"Rahasia Bintang Kelas"
“Duh, dapat enam lagi!” seru Heru kesal ketika Pak Dodi membagikan hasil ulangan IPA-nya.“Kamu pasti dapat sepuluh!” katanya pada teman sebangkunya, Fajar.
“Ah, cuma dapet sembilan, kok” kata Fajar merendah. “Sembilan? Kamu bilang dapet sembilan cuma?”
Uh, rasanya Heru ingin berteriak keras di telinga Fajar. “Dapat nilai sembilan seperti keajaiban buatku!”
Heru memang tidak heran kalau Fajar selalu dapat nilai bagus tiap ulangan. Fajar kan bintang kelas. Tentu saja dia pintar.
“Benar kan, sambil menutup mata pun kamu bisa mengerjakan semua soal dengan gampang!” Heru selalu berkata begitu pada Fajar. Sampai suatu hari, Heru benar-benar merasa cemas. Ulangan matematikanya mendapat nilai empa! Padahal ia sudah berusaha belajar semalaman.
“Fajar, bagaimana sih caranya bisa menjadi sepintar kamu?” akhirnya Heru bertanya dengan serius. “Ah, kamu juga bisa sepintar aku. Kuncinya hanyalah belajar dengan tekun” ujar Fajar.
“Tapi aku juga belajar terus, kok!” elak Heru. “Rahasiamu apa, sih?”
Fajar tersenyum. “Ini sebenarnya rahasia. Hanya anak-anak yang berminat saja yang bisa menyerap ilmu ini,” katanya dengan tampang serius. “Kamu serius mau belajar dari aku?” Heru mengangguk cepat karena ia teringat dengan nilai empat ulangan Matematikanya.
Sepulang sekolah, Fajar berbisik pada Heru, “Nanti malam setelah mengerjakan PR Bahasa Indonesia, baca lagi pelajaran yang kita pelajari hari ini. Setelah itu baca bab 4 buku IPA, dan bab 5 buku Matematika.” Heru mengiyakan. “Yang serius, ya!” seru Fajar sambil melesat pergi.
Sorenya Heru segera melaksanakan perintah Fajar. PR Bahasa Indonesia dikerjakannya denga teliti. Lalu ia mengeluarkan semua buku pelajaran yang dibawanya hari itu dari dalam tas. Satu demi satu pelajaran yang tadi diberikan oleh guru dibacanya lagi. Selama membaca, ia teringat ucapan Bapak dan Ibu guru di depan kelas selagi menerangkan.
Bahkan ia sempat tertawa mengingat lelucon Pak Guru tadi ketika menerangkan tentang Columbus, si penemu benua Amerika. Oh, lebih jelas sekarang setelah ia mengulang membaca pelajaran tadi. Setelah selesai, Heru mencari buku IPA dan Matematika di rak bukunya. Oh, besok ada pelajaran IPA dan Matematika ya, gumamnya ketika melihat jadwal pelajarannya sekilas.
Diambilnya buku IPA dan dibukanya Bab 4. Loh bab ini kan belum diterangkan Bu Guru? Ia membolak-balik halaman-halaman bukunya dengan kening berkerut. Jangan-jangan Fajar salah memberi perintah, pikirnya. Atau ia salah mendengar? Penasaran, diambilnya buku Matematikanya.
Bab 5 dibukanya. Hei, ini juga belum diajarkan, serunya dalam hati. Bagaimana bisa mengerti kalau belum diterangkan guru, keluhnya. Apa sih maksud Fajar? Akhirnya ia menelepon Fajar. “Iya, memang belum dijelaskan guru, tapi kamu baca saja semengertimu, ya. Kalau mau, buat catatan tentang apa yang nggak kamu mengerti,” ujar Fajar singkat.
Heru pun membuka buku IPA bab 4 dan mulai membaca perlahan. Tak lama, Heru sudah asyik sendiri mencorat-coret di buku catatannya. “Aku nggak mengerti yang ini… tapi bagian tentang fotosintesis itu kan lanjutan pelajaran sebelumnya… mmm, jadi ini maksudnya…” Heru mengoceh sendiri. Setelah selesai, ia segera membuka buku Matematikanya.
Bab 5, mengukur luas Jajar Genjang. “Mm, di bab 4 kan aku belajar tentang mengukur Segiempat dan Segitiga. Jajar Genjang itu ternyata ada Segiempat dan Segitiga juga!” Heru mulai bersemangat. Ia membolak-balik bab 4 buku Matematikanya juga.
“Bagaimana? sudah mengerjakan apa yang kuminta dengan sungguh-sungguh?” Fajar bertanya keesokan paginya. Heru tersenyum sambil mengacungkan jempolnya. Ia membuka buku catatan IPAnya. “Fajar, kamu tahu apa maksudnya ini? Aku penasaran, semalam membaca Bab 4 tapi yang ini aku nggak tahu maksudnya,” ujarnya. Fajar menggeleng, “Aku juga penasaran. Nanti tanya sama Bu Guru.” Heru terbelalak. “Masa sih kamu nggak tahu? Kamu kan pintar!”
“Kita kan baru belajar sampai Bab 3, ya aku sama dengan kamu dong, sama-sama nggak tahu!” Fajar tertawa. Heru tetap tak percaya. “Nah aku beritahu lagi rahasiaku,” lanjut Fajar. Dibisikinya Heru dengan penuh rahasia, “Nanti, simak penjelasan guru dengan baik. Kalau ada yang nggak kamu mengerti, langsung ditanyakan.”
Benar juga, sih. Hari itu Heru berusaha menyimak panjelasan guru dengan seksama. Pelajaran Matematika dan IPA hari itu terasa mudah baginya. Ketika sekolah usai, Heru mendekati Fajar. “Ada rahasia lagi yang harus kuketahui?” tanyanya. “Begini, kamu sudah bersungguh-sungguh. Itu bagus. Rahasia pertama: jangan menunda mengerjakan PR yang sudah kamu kuasai,” ujar Fajar dengan gaya mirip ketua silat yang tengah menasehati muridnya.
“Rahasia kedua: ulangi pelajaran yang telah diajarkan di sekolah segera. Kamu juga sudah menguasainya.” Fajar pura-pura terbatuk. “Maaf. Rahasia ketiga, baca dan pelajari dulu pelajaran yang akan diterangkan guru keesokan harinya. Kamu juga melakukannya dengan baik sekali.” Fajar nyaris tak bisa menahan tertawanya yang melihat Heru yang amat menunggu rahasia berikutnya. “Nah, ehm, masih ada dua rahasia lagi. Dengarkan baik-baik!” “Rahasia keempat adalah, lakukan rahasia satu sampai tiga dengan teratur dan tekun, tiap hari.” “Rahasia kelima?” tanya Heru tak sabar. “Rahasia kelima? Rahasia kelima: kamu harus mentarktir aku semangkok mie ayam!” tawa fajar sambil berlari. “Huuuu!” seru Heru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar