Jumat, 02 Oktober 2015

"AKU DAN MATEMATIKA"
Libur sekolah telah berakhir, anak- anak kembali ke sekolah dengan memakai baju dan sepatu baru begitupun Aku. 2 minggu lamanya Ku lewatkan liburan di rumah nenek dengan banyak pengalaman dan keceriaan, tak Ku rasa kini harus kembali Ku temui buku- buku pelajaran yang membuatku pusing tujuh keliling. Aku bukan anak yang pintar tapi tidak terlalu bodoh. Dalam pelajaran tertentu Aku mampu mengikutinya akan tetapi pelajaran yang satu ini membuatku ingin cepat- cepat pulang, tak betah rasanya. Perasaan itu mengalir jujurku katakana entah mengapa sejak duduk di bangku kelas satu hinnga kelas empat sekarang nilai  rapotku selalu kecil dalam pelajaran matematika, ya Matematika itulah Matematika tak tahu mengapa ku benci bahkan terlalu bencinya tidak jarang Ku acuhkan guru ketika menerangkan materi Matematika di kelas.
Ini bukan salah siapa- siapa, akupun tidak seharusnya di salahkan. Mungkin ini bawaan lahir,he,he,he. Aku boleh saja membela diri tapi sungguh entah mengapa Aku alergi pada rumus- merumus dan hitung- menghitung, kalau disuruh menghitung uang Aku tiak akan menolaknya.
Saat masuk sekolahpun lagi- lagi Matematika yang harus Ku jumpai pertama kali, nasib ya nasib! Mengapa Aku sangat ketakutan pada mu Matematika? Untuk mengawali hari pertama bersekolah Aku mencoba untuk bersikap tenang seperti menghadapi pelajaran yang lain akan tetapi sejam berlalu membuatku bosan, Aku mencoba mencorat- coret buku dengan menggambar apa saja yang Aku pikirkan tapi itu saja tidak bisa membuatku senang selanjutnya apa yang Aku lakukan pasti semua orang akan menduganya. Ya….benar, Aku tertidur dikelas saking bosan dan jenuh. Lagi lagi Matematika yang membuat Aku begini.
“ Tono, kenapa kamu tidur di dalam kelas?” ucap Pak guru. “ Maaf pak, sa….sa…saya?” terkaget. “Sudah sana kamu cuci mukamu, baru hari pertama sekolah kamu sudak malas-malasan mau jadi apa kamu ini!” Gerutu. “Baik Pak, permisi!” keluar kkelas menuju toilet. “Ya, buat dirimu jangan sampai mengantuk lagi dalam kelas!” mengerutu lagi.
Malu rasanya Aku dilakukan seperti itu tapi bagaimana lagi itu kesalahan Aku sendiri. Baru hari pertama sekolah tapi Aku malah membuat kesan jelek di kelas. Pak Yanto guruku di kelas satu dan sekarang bertemu kembali sangat memaklumiku meskipun ia terkadang jengkel dengan ulahku. Aku demikian hanya pada pelajaran yang memuakan ini. Ya Allah mengapa harus ada Matematika? Untuk hari selanjutnya Aku dapat mengatasinya dengan belajar Matematika di rumah  sebelum ke sekolah dan mengerjakan tugas yang pak guru berikan sendiri tanpa mencontek walau hasilnya jelek,he,,,he,,he, namanya juga usaha.
“ Pak…Aku berusaha mengerjakan tugas ini sendiri jadi maklum kalau nilainya jelek!” menjelaskan. “Bapak hargai itu Tton, yang terpenting ada usaha dari diri kamu untuk menjadi lebih baik dan Bapak yakin kamu akan menyukai Matematika seperti sukamu pada IPA” ujar Pak guru. “Mudah- mudahan ya Pak tapi Aku rasa itu mustahil karena Aku dan Matematika bagaikan Minyak dan air,he,he,he!” tertawa. “Kamu ini,,,ada- ada saja alasannya tapi kita lihat saja ya ton!” meyakinkan.
Dengan pengertian pak guru, Aku telah dapat menerima Matematika dan mengikuti pelajaran yang diberikan guru dengan baik, ya…. walau tetap saja bagiku hasilnya nol besar. Aku sangat sulit menerima materi yang dijelaskan seberapa banyaknya guru menjelaskan berulang- ulang kepadaku. Padahal Aku tak bodoh he,he,he, bapakku digolongkan pintar dan riwayat keluargaku tidak ada yang menbenci Matematika seperti Aku. Ya Allah kenapa Aku seperti in? Kalau saja semua pelajaran hanya Ipa dan Bahasa saya yakin cita- citaku jadi presiden akan cepat terwujud kelak jika Aku dewasa nanti tapi masa presiden kok tidak tahu rumus volume balok dan cara menghitungnya bisa- bisa Indonesia Hancur.
Sudahlah!!!!! nasibku jelek amat ya. Siang ini Aku ingin mengerjakan tugas IPA dan Matematika di rumah Irfan teman sebangkuku. Dia pintar dalam matematika tapi lemah dalam IPA jadi kita saling menolong. Dengan belajar bersama mungkin kesulitan yang akan dihadapi dalam menjawab soal bisa berkurang. Aku berpamitan pada Ibu untuk belajar di rumah Irfan setelah makan siang.
“ Assalamualaikum….Irfan, Irfan!”. “Walaikumsalam,,,,eh Tono ayo masuk!” ujarnya. “Fan,,,ajari aku lagi ya tentang perkalian ribuan ini buat aku mumet ni?” memohon. “Baiklah Ton,,,,kita belajar sama- sama ya!” seru Irfan. “Gak tahu kenapa ya Fan. Aku kok kalau belajar Matematika gak masuk- masuk?”. “Ah…Kamu ini Ton, mungkin Kamu tidak konsentrasi dan yang pasti Kamu sudah menilai Matematia itu susah jadi begini deh!” jelasnya. “Jelas susah toh! kalo dah pusing aku tinggalin.” Jawaban singkat. “Ya itulah Kamu Ton, Ton, tapi dalam IPA kamu jago sedangkan Aku, Ton nyerah deh ma IPA buat pusing!”. “Wah kita kok terbalik ya,he,,,he!” ketawa. “He,,,He, iya ya itulah hidup Ton Allah menciptakan umatNya berbeda- beda kalau sama semuakan bisa repot!”. “Benar juga ya !”. “Udah- udah sekarang kita belajar lagi ngrumpi aja kaya anak cewe!”. “Baiklah”.
Aku dan Irfan setelah hari itu selalu belajar bersama setiap hari dan Aku mendapatkan pengalaman baru mengenai Matematika, Ia mengajarkan Aku bahwa belajar Matematika jangan terlalu serius, sersan aja katanya serius tapi santai gitu loh! Hari demi hari nilai Matematikaku tidak terlalu buruk berkat doa dan usaha semua yang kita inginkan pasti tercapai termasuk keinginanku bisa Matematika. Begitpun aku selalu membagi pengetahuan umumku mengenai IPA kepada Irfan. Saat istirahat di kelaspun kita berdua menggunakan waktu untuk belajar bersama sambil bermain seperti berkejar- kejaran sambil menghafal, menyebutkan rumus dan lainnya, sungguh menyenangkan. Kita berdua benar- benar cocok saling mengisi satu sama lainnya.
“Kamu hebat Ton, apa Bapak bilang suatu hari Kamu akan menyukai Matematika!” yakin. “Ya Pak. Saya banyak belajar dari Irfan mengenai cara dan rumus Matematika agar mudah di ingat”. “Wah hebat kalian, Bapak bangga pada kalian”. “Tono juga pak memberikan banyak informasi padaku mengenai ilmu alam yang banyak tidak saya tahu!” tambah Irfan. “Bagus. Artinya simbiosis Mutualisme!” jelas Pak guru. “Apa artinya pak?” tanay irfan. “Itu artinya saling menguntungkan Fan!” jawab  Tono lantang. “Ohhh,,,jelas doung pak kitakan teman !” tegas Irfan. “Ya sudah Bapak tinggal dulu ya”. “Baik pak” serentak .
Aku telah menguasai sedikit rumus- rumus Matematika walau sedikit kesulitan dalam menghitungnya tapi tentu saja Irfan selalu lebih unggul dalam bidang ini. Tapi mengapa dua hari ini Aku tidak melihat Irfan bersekolah, dalam keterangan yang diumumkan guru Ia sakit. Aku sangat sedih, sore harinya Aku menuju ke rumahnya ternyata Ia dirawat di Rumah Sakit kota. Aku tidak berani menengoknya sendiri dan orang tuakupun sibuk tidak mungkin mereka mengantarkanku menjenguk Irfan sahabatku. Dia sakit apa ya Allah hingga harus di rawat di Rumah Sakit. Akupun tidak patah semangat, Aku selalu menuliskan surat untuknya dan meminta maaf karena Aku tak bisa menjenguknya,dalam surat yang setiap dua hari Aku titipkan pada orang tuanya Aku selalu menceritakan keadaan sekolah dan teman- teman. Setiap Aku menggoreskan pena mata ini selalu menitikkan air mata dan membuat hatiku rindu padanya. Irfan sahabatku semoga kau lekas sembuh.
Pada saat aku membaca surat yang pertama kali orang tuanya berikan dan baru membalas dari 10 suratku yang telah terkirim padanya. Tak hentinya air mata ini mengalir deras. Keadaan Irfan sangat kritis 10 hari yang lalu dan ia memaklum ketidak datanganku menjenguknya serta dalam suratnya ia menceritakan penderitaannya mengidap penyakit Hemofilia. Hemofilia, Aku tahu penyakit itu walau baru kelas empat SD Aku paham betul apa penyakit itu karena buku pengetahuan ayah dan kakakku selalu Aku baca sehingga Aku dapat merasakan apa yang dirasakan Irfan. Mungkinkah karena penyakit ini jugakah 3 tahun yang lalu kakaknya meninggal setelah dikhitan. Bagaimana tidak meninggal bagi pengidap hemofilia yang tidak memiliki zat pembeku darah apabila terluka sedikit saja mengalami pendarahan tak henti- hentinya bagaimana dengan kak Yono yang dikhitan.
Oh Irfan sahabatku semoga kamu lekas sembuh meskipun penyakit itu akan terus kau bawa seumur hidupmu. Mengapa ia bisa terluka? Aku selalu memikirkan itu selama bersama denganku ia anak yang tidak terlalu aktif mungkin ia terjatuh. Mengapa tidak kau ceritakan masalah ini padaku Fan! Mungkin bila kau cerita Aku akan lebih hati- hati dan selalu menjagamu di sekolah. Kita baru duduk sebangku di kelas empat ini mengapa disaat kita sedang senang- senangnya kamu mengalami hal seperti ini sobat.
“Anak- anak teman kita Irfan sekarang sudah pulang ke rumah, kita doakan dia semoga cepat sembuh dan kembali bersekolah” “Amin,,,,PAK” jawab seluruh siswa. “Sekarang kita belajar mengenai Bangun Ruang, buka halaman 45 dan coba kalian pelajari terlebih dahulu!” “Baik pak”
Mendengar perkataan pak guru, Aku jadi selalu memikirkan keadaan Irfan bagaimana lukanya, obat pembeku darah pasti mahal harganya. Sobat lekas sembuh biar kita bisa belajar bersama lagi. Aku tidak lagi cuek pada Matematika karena telah mengetahui cara yang asyik untuk mempelajari Matematika yaitu dengan santai, dibawa seperti bermain dan membayangkan sedang menghitung banyak uang. Itu yang Irfan sering katakan padaku hingga Aku menjadi senang dengan pelajaran ini, nilai latihan di kelaspun telah diatas tujuh Aku memang hebat tapi kamu lebih hebat sobat.
Setelah pulang sekolah aku sempatkan menjenguk Irfan di rumahnya. Ketika aku melihatnya subhanallah badannya menjadi kurus, tatapannya kosong, mataku berkaca melihatnya. Aku mmeluknya erat. Masih terbungkus kepalanya, ternyata bagian kepalanya yang terluka pantas saja keadaannya kritis waktu itu, kepalakan tempatnya otak. Kucoba tanyakan kejadian ini pada ibunya, katanya Irfan terjatuh dari pohon di halaman depan rumahnya pada saat dia ingin mengambil layangan yang tersangkut di pohon. Sobat kenapa kau lakukan itu. Aku coba menghiburnya dan menceritakan kemajuanku dalam pelajaran Matematika serta kejenuhanku di kelas tidak ada dirinya. Aku melihat senyuman tulus terpancar dari wajahnya yang pucat pasi. Terlihat darah dikepalanya menetes dan seketika itu Aku memberitahukan orang tuanya. Semua panik karena tiba- tiba Irfan tak sadarkan diri, Akupun mundur dari keramaian di kamar Irfan. Kucoba menabahkan hati akan tetapi tetap saja air mata ini mengalir melihatnya seperti itu.
Akupun pulang setelah pamiran kepada orang tuannya tanpa sepengetahuan Irfan. Aku selalu mendoakannya selama perjalanan pulang. Ya Allah tolonglah temanku Irfan, dia anak yang baik.Sesampainya di rumah aku menceritakan keadaan sahabatku pada kedua orang tuaku, sore itu entah mengapa ayah dan ibu pulang lebih cepat. Mereka coba membuat aku tenang dan menasehatiku agar selalu mendoakannya.
“Sabar ya nak, tadi pagi Bapak dan Ibu sudah menengoknya!” kata Bapak. “ Tono tahu Pak penyakit ini tidak akan smbuh tapi Irfan pasti sembuhkan, pak?” tanyaku. “Kamu jangan berhenti mendoakannya ya, Nak!”. “Itu pasti pak, Irfan teman Tono yang membuat Tono menyukai Matematika!”. “Ya, kita semua tahu kakakmu yang cerita pada kami! Kamu sabar ya, Nak” tambak Ibu. “Ya bu….!” jawabku. “Sekarang Kamu shalat dan mendoakan Dia lalu makan ya.  Ibu sudah membuatkan lauk kesukaanmu Ton!” cerita Bapak. “Ya nak” tegas Ibu.
Keesokan harinya Aku berangkat sekolah dengan wajah muram teringat selalu pada Irfan, bagaimana keadaannya sekarang ya? Di kelas Aku lagi lagi melihat tempat duduknya. Aku memutuskan sepulang sekolah akan kerumahnya lagi semoga sekarang Irfan sudah lebih baik. Setelah jam isrirahat orang tua Irfan datang ke kelasku dan berbicara dengan pak guru, seketika itu juga Aku di panggil. Dalam pikiranku ada apakah dengan keadaan Irfan Sontak saja Aku memikirkan hal yang tidak- tidak sungguh yang tidak- tidak. Bapak Irfan memintaku bertemu dengan Irfan katanya anaknya itu ingin menyampaikan sesuatu padaku. Aku jadi tambah merinding ada apakah dengan Irfan?
Sesampainya di rumah yang cukup besar itu aku langsung bertemu dengan sahabatku. Sontak saja aku meneteskan air mata, kakak perempuan dan ibu Irfan menangis sejadi- jadinya karena Irfan sekarat, dia ingin bertemu denganku dan ingin menyampaikan sesuatu. Aku mendekati tubuhnya yang dengan kepala berbalut kain berwarna merah darah ya itu memang darah.Darah terus mengalir dari kepalanya aku melihatnya tak tega dan air mata ini terus mengalir.
“ Ton, kemarilah aku ingin mengatakan sesuatu padamu!” terbata- bata. “Fan, Kamu yang kuat ya jangan menyerah Kita pasti belajar bersama lagi?” Ku menangis. “Tidak Ton, A…A…Aku sudah tidak kuat tolong ambilkan Aku buku yang berwarna hijau itu!” menunjuk meja. Menuju meja”Ini bukumu fFan, Aku yakin Kamu pasti sembuh!”. “Kamu jangan pura- pura bodoh Ton, Aku tahu Kamu tahu penyakitku dengan jelas!” tegasnya. “Sudahlah Fan, tapi kan ada obatnya! Kamu harus optimis ya Fan!”. “Aku tidak kuat lagi Ton, darah ini terus mengalir sakit…sakit…sakit   rasanya sobat”. “Aku bisa merasakannya Fan!maafkan Aku ya”. “Ini buku yang Aku buat selama di Rumah Sakit tentang rumus- rumus Matematika dan caranya dari kelas satu hingga enam. Kamu pelajari ya, Ton. Demi persahabatan kita Kamu harus menjadi juara umum di kelas walau itu susah!” memberikan buku. Memerima buku itu ”Baiklah Fan, Aku janji akan menjadi juara kelas demi Kamu!”. Itu baru sahabatku, demi dirimu sobat” tersenyum. “Kamu sahabat terbaiku Fan!” memeluknya. “Sekarang Aku mau istirahat dulu Ton, cape banget ingat pesanku ya sobat. Aku yakin kamu yang terbaik”. “Baiklah sekarang Aku pulang ya Fan, cepat sembuh biar kita bisa belajar bersama lagi!” memeluk lagi dan berpamitan. “Aku akan bahagia disana Ton!” memandang kepulangan Tono.
Keesokan harinya Aku mendengar kabar yang membuatku seperti di sambar petir. Ya Sahabat terbaikku meninggal kemarin sore, itu berarti sepulangnya Aku dari rumahnya siang hari lalu Irfan mngatakan ingin istirahat. Aku tak menyangka itu istirahatnya untuk selamanya. Mungkin keluarganya mengira Irfan tertidur pulas Oh sahabatku Aku selalu mendoakanmu disana semoga Kamu bahagia disisi Allah karenaku yakin Kamu orang baik dan jajiku padamu akan ku tepati. Aku akan menjadi juara dimanapun Aku berada agar kamu tenang disana. Aku mengikuti pemakamannya hingga selesai walau Aku paling kecil sendiri tapi Aku merasa Aku orang yang paling merasa ditinggalkan.
Setelah kematian sahabatku, Aku berjanji tidak akan menganak tirikan Matematika ataupun mata pelajaran lainnya. Aku harus belajar dengan rajin agar bisa menjadi juara kelas seperti yang diinginkan almarhum. Aku menjadi cinta Matematika karenamu sobat dan lebih semangat belajar juga karenamu. Ya Allah terimalah sahabatku disisiMu.
SELESAI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar