Jumat, 02 Oktober 2015

"Tantangan Itu Pasti Ada"

Hujan pun turun membasahi tubuhnya, dia bahkan tidak tahu apa yang dilakukan sekarang yang ia tahu hanyalah bagaimana bertahan hidup tanpa seorang ibu.
Hujan pun turun begitu deras, ia melangkahkan kakinya ke tempat perlindungan yang ada di seberang jalan dengan membawa secarik kertas yang baru saja diberikan oleh guru sekolahnya. Ia sekali melirik, membaca tulisan itu dan kembali menutupnya. Deras air matanya terus jatuh membasahi pipi mulusnya. Entah apa yang ada di fikirannya, ia terus menangis sampai cerahnya matahari muncul kembali menyinari tempat ia duduk.
Ia pun berdiri, tersenyum melihat sinar matahari, menghapus air matanya dan berkata “Aku pasti bisa menjalani keadaan ini”. Ia bergegas pulang, melewati hutan tanaman bunga untuk mempercepat dirinya sampai ke rumah, karena adik-adiknya pasti sudah menunggunya dari tadi.
Membuka pintu rumahnya dengan senyum ceria selalu ia munculkan untuk menyapa adik-adiknya. Tapi alhasil, senyum itu berubah menjadi tetesan-tetesan air yang secara langsung jatuh dari kelopak matanya. Ia melihat adik-adiknya meringis kesakitan menahan goncangan dahsyat di perutnya. Ia pun langsung memeluk adiknya dengan erat, dengan tangisan kerasnya. Ia tidak bisa berkata, semua kalimat-kalimat yang ada di fikirannya tertahan oleh lidahnya. Ia hanya bisa menangis, menangis, dan menangis.
Tiba-tiba ketukan pintu mengakhiri tangisan mereka. Suara dari pintu langsung menggerakkan tubuhnya untuk berdiri mendekati pintu. Perlahan-lahan ia membuka pintu itu. Ia langsung kaget melihat 2 orang berseragam polisi berdiri di hadapannya. Fikirannya pun bercampur aduk, entah masalah apa yang menimpa keluarganya lagi.
Ia duduk termenung di depan adik-adiknya yang menangis, ia tak habis fikir apa yang diperbuat adiknya yang satu ini, sampai harus berhubungan dengan polisi. Ia tak tahu apa yang akan ia lakukan sekarang, sama siapa ia mau minta tolong, karena ia tidak mempunyai satu pun keluarga yang tinggal sama dengan wilayahnya. Ia berfikir sangat lama sampai berjam-jam dan ia lupa bahwa adik-adiknya yang berada tepat di depannya belum ia beri makan dari tadi.
Makanan di rumahnya tidak ada, ia biasa meminta beras di tetangganya atau mencari bunga-bunga untuk dijualkan kepada orang-orang yang ingin memberikan setangkai bunga pada sang kekasihnya, agar ia bisa membeli makanan untuk ia makan sehari-harinya dan juga untuk membiayai sekolahnya bersama adik-adiknya. Betapa perjuangan hidup yang ia lakukan dengan adik-adiknya sangat susah ia jalankan. Tapi dengan itu ia mampu bertahan hidup untuk terus melanjutkan sekolahnya dengan adik-adiknya dan menghidupi keluarganya.
Bertahun-tahun ia jalankan hidupnya tanpa seorang ibu yang sudah lama meninggalkan dirinya dengan adik-adiknya. Dan tanpa seorang ayah yang meninggalinya sejak sebelum ibunya meninggal. Betapa tega seorang ayah yang meninggalkan ibunya, dia dan adik-adiknya tanpa alasan yang logis. Kini sekarang ia lah yang mengganti posisi ibunya. Ia adalah tulang punggung keluarganya, ia harus merawat adik-adiknya dan menyekolahkan adik-adiknya.
Ia mempunyai cita-cita yang tinggi, ingin menjadi seorang dokter anak. Tapi apakah cita-citanya akan terwujud? Untuk mengambil jurusan kedokteran saja biaya awal masuknya sudah mencapai kurang lebih 100 juta, belum uang semester dan pasti juga uang bukunya. Dengan kondisi itu, ia pun sangat khawatir dengan cita-citanya yang tinggi itu. Ia hanya seorang remaja yang setiap harinya menjual bunga ke orang-orang untuk membeli kebutuhan keluarganya dan sekolahnya bersama adik-adiknya. Dan apakah cita-citanya itu akan terwujud? Sedangkan yang ia andalkan hanyalah dari setangkai bunga.
Tubuhnya yang kecil ia sandarkan di kursi kayu di depan rumahnya, rasa lelah yang ia rasakan membuatnya harus beristirahat sejenak. Kumpulan tangkai bunga yang ia dapatkan hari ini lumayan sedikit, berarti uang yang akan ia terima hari ini juga ikut berkurang. Tapi itu tak menjadi masalah pada dirinya, yang penting ia masih bisa bersyukur dengan apa yang ia dapatkan hari ini.
Hari sudah mulai sore, ia bergegas berdiri dari tempat duduknya dan segera menjualkan bunganya. Tidak setiap hari ia menjual bunga-bunganya, hanya di waktu-waktu tertentu, seperti pada waktu satnight. Satnight adalah waktu yang sangat di tunggu-tunggu olehnya dalam satu minggu. Bukan ia ingin pergi satnight dengan sang kekasih tapi, baginya satnight adalah waktu untuk mendapatkan uang.
Ia adalah seorang remaja yang tidak memanfaatkan waktu satnightnya untuk berkumpul dengan keluarga atau teman-temannya sambil bercanda gurau. Ia selalu habiskan waktu satnightnya dengan menjual setangkai bunga kepada orang-orang yang lagi berpacaran. Kadang, ia merasa iri dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Tapi ia sadar diri kalau dirinya tak mungkin bisa seperti mereka, yang bisa dibebaskan untuk bersatnight dengan teman-temannya, yang setiap harinya di manja oleh orang tuanya, yang setiap harinya di antar oleh orang tuanya ke sekolah, dan bahkan setiap harinya bisa kumpul dengan ayah dan ibunya. Tapi sayangnya, Tuhan berkehendak lain dengan dirinya. Ia lah yang sekarang ini yang harus mengurus dirinya dan adik-adiknya tanpa bantuan seorang ayah dan ibu.
Hari-hari yang ia lewati bersama adik-adiknya dengan kesederhanaan tak menghalanginya untuk selalu bersyukur dengan sang pencipta. Walaupun kehidupannya yang serba kurang ia masih tetap bersyukur kepada Tuhan atas segala nikmat, sehingga ia masih tetap bisa bertahan hidup bersama adik-adiknya.
Kini ia sudah berumur 17 tahun, berarti ia sudah duduk di bangku kelas 3 SMA. Tinggal selangkah lagi ia akan menjadi Mahasiswi. Tapi, ia lagi berfikir darimana ia akan mendapatkan uang untuk melanjutkan kuliahnya. Sedangkan uang yang ia punya hanyalah seberapa, tidak sampai dengan jutaan. Untunglah selama ia masuk SMA semester 2, ia mendapatkan beasiswa dari sekolah karena sudah menjadi siswi teladan. Jadi, uang sekolah tidak lagi ia bayar sampai ia tamat dari Sekolah Menengah Atas. Seandainya saja, ia mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan kuliah di jurusan kedokteran, ia pasti bisa mengejar cita-cita tingginya itu.
Tibalah masa-masa yang di tunggu untuk para siswa-siswi SMA seluruh Indonesia. Pengumuman kelulusan sudah ada di tangan sekolah. Kini ia dan siswa-siswi lainnya harus duduk di aula mendengar pengumuman yang akan di bacakan oleh kepalah sekolah, dan sekaligus mendengarkan nilai UN terbaik.
Ucapan kelulusan yang di ucapkan kepalah sekolah membuat para siswa-siswi merasa bahagia, termasuk dirinya. Akhirnya, perjuangannya selama 3 tahun tidak sia-sia. Kini, tinggal ia menunggu kelulusan SNMPTN yang entah kapan di umumkan. Ia tak tahu kalau kelulusan SNMPTN bersamaan dengan pengumuman hasil UN. Sehingga selesai pengumuman kelulusan, ia langsung bergegas berdiri dari tempat duduknya dan berjalan ke luar aula.
Saat hendak melangkahkan kakinya ke pintu aula, pengumuman nilai UN tertinggi di umumkan. Nayla Anatasya Latifa adalah nama yang di ucapkan kepala sekolah, ia berhenti dan berbalik. Tepuk tangan dari semua orang-orang yang berada di aula, membuat dirinya menangis bahagia. Namanya disebut sebagai siswi yang memiliki nilai UN yang hampir mendapatkan nilai kesempurnaan “10” hanya saja di pelajaran Kimia ia mendapatkan nilai 9,75.
Kesenangannya tidak sampai disitu, ia juga lulus SNMPTN di UGM jurusan kedokteran umum dan mendapatkan beasiswa sampai S1. Sungguh bahagianya ia hari ini. Hari ini adalah hari yang tak akan ia lupakan selama hidupnya.
Bergegas ia pulang ke rumah, tak sabar ia menyampaikan ini kepada adik-adiknya. Tapi, ia langsung terkejut melihat polisi ada di depan rumahnya. Ia berlari-lari kecil menghampiri polisi itu. Betapa senangnya ia melihat adiknya sudah terbebas dari penjara. Rindunya kepada adiknya yang sekian lama tidak bertemu dengannya, ia berikan melalui pelukan erat sambil menangis di bahu adiknya. Adiknya sudah dewasa, dan bahkan tingginya sudah melewati dirinya. Betapa berubahnya postur tubuh adiknya selama berada di sel tahanan.
Akhirnya, adiknya bisa berkumpul kembali dengannya, ia merasa hari ini adalah hari istimewa bagi hidupnya. Setelah sekian lama banyak tantangan yang ia hadapi dan inilah balasan yang di berikan Tuhan untuknya. Ia sangat berterima kasih kepada Tuhan atas karunia yang ia dapatkan hari ini. Segala tantangan hidup yang dilakukan dengan susah payah dan sabar akan nantinya mendapatkan yang lebih dari sang pencipta. Berusaha dan berdoa adalah kunci kesuksesan mu kedepannya.

"Menuntut Ilmu"

Dengan kuat aku terus goes sepedaku untuk menuntut ilmu ke sekolah. Aku ingin sekali mendapatkan ilmu yang berguna dan bermanfaat. Maka dari itu aku giat untuk menuntutnya. Walaupun ya, sedikit cape sih. Soalnya sekolah MD aku kan lumayan jauh. Tapi demi mendapatkan ilmu aku rela.
Tak lama kemudian akhirnya aku pun sampai di sekolah. Aku langsung menuju ruang kelas. Sampai di kelas, sahabat-sahabat ku menyapaku dengan penuh senyuman. Karena tadi aku berangkatnya agak telat jadi pas aku duduk, eh bel masuk berbunyi. Semua anak-anak masuk lalu membaca doa.
“Assalammu’alaikum..” salam pak guru.
“wa’alaikumsalam..” jawab anak-anak serempak
“Nah, anak-anak sekarang buka buku pelajar Tarikh Islam ya,” perintah pak guru kepada semua murid di kelas itu.
“Ia pak” jawab semua murid dengan serempak lagi.
Setelah beberapa jam kemudian. Tak terasa jam sudah menunjukan pukul 15.00 WIB. Bel istirahat pun berbunyi. Aku dan saabatku langsung menuju kantin. Setelah makan-makan di kantin kami menuju mushola sekolah unuk melakukan ibadah sholat ashar.
Sholat ashar sudah selesai dikerjakan, sekarang waktunya masuk kelas. Pelajaran pun dimulai kembali. Setelah selesai nulis guruku menerangkan yang tadi ditulis oleh anak-anak. Dan memberikan sedikit pertanyaan.
Waktu menunjukan pukul 16.30 WIB waktunya pulang ke rumah. Sesampai di rumah, mamaku bertanya kepadaku,
“Dede, tadi belajar apa di sekolah MD?” Tanya mamahku.
“Itu mah, tadi di sekolah aku belajar Tarikh Islam.” Jawabku, sambil mencium tangan mama.
“Ya sudah sekarang mandi lalu makan ya!” Perintah mamaku
“ok mah” jawabku.

"Rahasia Bintang Kelas"

“Duh, dapat enam lagi!” seru Heru kesal ketika Pak Dodi membagikan hasil ulangan IPA-nya.
“Kamu pasti dapat sepuluh!” katanya pada teman sebangkunya, Fajar.
“Ah, cuma dapet sembilan, kok” kata Fajar merendah. “Sembilan? Kamu bilang dapet sembilan cuma?”
Uh, rasanya Heru ingin berteriak keras di telinga Fajar. “Dapat nilai sembilan seperti keajaiban buatku!”
Heru memang tidak heran kalau Fajar selalu dapat nilai bagus tiap ulangan. Fajar kan bintang kelas. Tentu saja dia pintar.
“Benar kan, sambil menutup mata pun kamu bisa mengerjakan semua soal dengan gampang!” Heru selalu berkata begitu pada Fajar. Sampai suatu hari, Heru benar-benar merasa cemas. Ulangan matematikanya mendapat nilai empa! Padahal ia sudah berusaha belajar semalaman.
“Fajar, bagaimana sih caranya bisa menjadi sepintar kamu?” akhirnya Heru bertanya dengan serius. “Ah, kamu juga bisa sepintar aku. Kuncinya hanyalah belajar dengan tekun” ujar Fajar.
“Tapi aku juga belajar terus, kok!” elak Heru. “Rahasiamu apa, sih?”
Fajar tersenyum. “Ini sebenarnya rahasia. Hanya anak-anak yang berminat saja yang bisa menyerap ilmu ini,” katanya dengan tampang serius. “Kamu serius mau belajar dari aku?” Heru mengangguk cepat karena ia teringat dengan nilai empat ulangan Matematikanya.
Sepulang sekolah, Fajar berbisik pada Heru, “Nanti malam setelah mengerjakan PR Bahasa Indonesia, baca lagi pelajaran yang kita pelajari hari ini. Setelah itu baca bab 4 buku IPA, dan bab 5 buku Matematika.” Heru mengiyakan. “Yang serius, ya!” seru Fajar sambil melesat pergi.
Sorenya Heru segera melaksanakan perintah Fajar. PR Bahasa Indonesia dikerjakannya denga teliti. Lalu ia mengeluarkan semua buku pelajaran yang dibawanya hari itu dari dalam tas. Satu demi satu pelajaran yang tadi diberikan oleh guru dibacanya lagi. Selama membaca, ia teringat ucapan Bapak dan Ibu guru di depan kelas selagi menerangkan.
Bahkan ia sempat tertawa mengingat lelucon Pak Guru tadi ketika menerangkan tentang Columbus, si penemu benua Amerika. Oh, lebih jelas sekarang setelah ia mengulang membaca pelajaran tadi. Setelah selesai, Heru mencari buku IPA dan Matematika di rak bukunya. Oh, besok ada pelajaran IPA dan Matematika ya, gumamnya ketika melihat jadwal pelajarannya sekilas.
Diambilnya buku IPA dan dibukanya Bab 4. Loh bab ini kan belum diterangkan Bu Guru? Ia membolak-balik halaman-halaman bukunya dengan kening berkerut. Jangan-jangan Fajar salah memberi perintah, pikirnya. Atau ia salah mendengar? Penasaran, diambilnya buku Matematikanya.
Bab 5 dibukanya. Hei, ini juga belum diajarkan, serunya dalam hati. Bagaimana bisa mengerti kalau belum diterangkan guru, keluhnya. Apa sih maksud Fajar? Akhirnya ia menelepon Fajar. “Iya, memang belum dijelaskan guru, tapi kamu baca saja semengertimu, ya. Kalau mau, buat catatan tentang apa yang nggak kamu mengerti,” ujar Fajar singkat.
Heru pun membuka buku IPA bab 4 dan mulai membaca perlahan. Tak lama, Heru sudah asyik sendiri mencorat-coret di buku catatannya. “Aku nggak mengerti yang ini… tapi bagian tentang fotosintesis itu kan lanjutan pelajaran sebelumnya… mmm, jadi ini maksudnya…” Heru mengoceh sendiri. Setelah selesai, ia segera membuka buku Matematikanya.
Bab 5, mengukur luas Jajar Genjang. “Mm, di bab 4 kan aku belajar tentang mengukur Segiempat dan Segitiga. Jajar Genjang itu ternyata ada Segiempat dan Segitiga juga!” Heru mulai bersemangat. Ia membolak-balik bab 4 buku Matematikanya juga.
“Bagaimana? sudah mengerjakan apa yang kuminta dengan sungguh-sungguh?” Fajar bertanya keesokan paginya. Heru tersenyum sambil mengacungkan jempolnya. Ia membuka buku catatan IPAnya. “Fajar, kamu tahu apa maksudnya ini? Aku penasaran, semalam membaca Bab 4 tapi yang ini aku nggak tahu maksudnya,” ujarnya. Fajar menggeleng, “Aku juga penasaran. Nanti tanya sama Bu Guru.” Heru terbelalak. “Masa sih kamu nggak tahu? Kamu kan pintar!”
“Kita kan baru belajar sampai Bab 3, ya aku sama dengan kamu dong, sama-sama nggak tahu!” Fajar tertawa. Heru tetap tak percaya. “Nah aku beritahu lagi rahasiaku,” lanjut Fajar. Dibisikinya Heru dengan penuh rahasia, “Nanti, simak penjelasan guru dengan baik. Kalau ada yang nggak kamu mengerti, langsung ditanyakan.”
Benar juga, sih. Hari itu Heru berusaha menyimak panjelasan guru dengan seksama. Pelajaran Matematika dan IPA hari itu terasa mudah baginya. Ketika sekolah usai, Heru mendekati Fajar. “Ada rahasia lagi yang harus kuketahui?” tanyanya. “Begini, kamu sudah bersungguh-sungguh. Itu bagus. Rahasia pertama: jangan menunda mengerjakan PR yang sudah kamu kuasai,” ujar Fajar dengan gaya mirip ketua silat yang tengah menasehati muridnya.
“Rahasia kedua: ulangi pelajaran yang telah diajarkan di sekolah segera. Kamu juga sudah menguasainya.” Fajar pura-pura terbatuk. “Maaf. Rahasia ketiga, baca dan pelajari dulu pelajaran yang akan diterangkan guru keesokan harinya. Kamu juga melakukannya dengan baik sekali.” Fajar nyaris tak bisa menahan tertawanya yang melihat Heru yang amat menunggu rahasia berikutnya. “Nah, ehm, masih ada dua rahasia lagi. Dengarkan baik-baik!” “Rahasia keempat adalah, lakukan rahasia satu sampai tiga dengan teratur dan tekun, tiap hari.” “Rahasia kelima?” tanya Heru tak sabar. “Rahasia kelima? Rahasia kelima: kamu harus mentarktir aku semangkok mie ayam!” tawa fajar sambil berlari. “Huuuu!” seru Heru.

"Perjuangan Hidupku Dalam Menuntut Ilmu"

Perkenalkan nama saya supardin, biasa disapa adin saya anak pertama dari lima bersaudara. Saya lahir dari keluarga yang sangat sederhana, walaupun demikian saya memiliki motivasi yang sangat besar dalam hal dunia pendidikan. perjuangan saya bisa dikatakan sangat ekstrim, dan penuh tantangan bukan berati perjuangan saya menjadi pupus, justru hal tersebut yang membuat saya kian semangat.
Kepahitan itu kian membuat kehidupan keluarga ku terpukul, setelah ayah ku pergi meninggalkan kami semua, tentu semua tanggung jawab dibebankan kepada ibu. Mengingat usia kami yang masih sangat kecil dan masih membutuhkan kasih sayang.
Seiring berjalanya waktu dan usiaku pun kian bertambah, kini aku berumur 7 tahun tentu di umur seperti itu sudah selayaknya aku harus mulai masuk dunia pendidikan sekolah dasar, melihat kehidupan keluarga yang kian memburuk membuat ku kian giat menuntut ilmu. Demi satu tujuan yaitu ingin membahagiakan ibu ku.
Waktu terus bergulir dan kini aku pun naik ke kelas dua sekolah dasar. Tentu biaya kian tahun makin bertambah, maklum pada saat itu belum ada program wajib belajar Sembilan tahun. ibu ku pun kian semakin kesulitan untuk membiayaiku. Bahkan sempat terdengar di telingaku perkataan ibu ku yang menginginkan agar aku berhenti sekolah, karena tak sanggup lagi dengan biaya yang semakin bertambah, hal terebut tentu membuatku kian terpukul.
Senada ibu pun mngatakan “Nak… maafkan ketidaksanggupan ibu dalam mengurus kamu, ibu rasa perjuangan mu untuk menimba ilmu cukup sampai disini, ibu tidak memiliki apa-apa sekarang. Jadi maafkan ibu”.
Mendengar hal tersebut membuat ku terhenyak sejenak, terlintas di pikiran ku akankah semua ini akan berakhir..?
Mendengar hal tersebut tentu membuat sanak keluarga ku merasa empati kepada keadaan ku, merasa tidak ingin aku putus sekolah aku pun dibawa keluar kota. tante NAFSIA lah yang membawa ku dan membiayai semua kebutuhan ku. Meski demikian bukan berati aku bisa bersantai, maklum sebaik-baiknya seorang tante tidak lah lebih baik dari seorang ibu.
Hari yang dinantikan pun tiba, tepatnya pada tanggal 22 november 1997 aku didaftarkan di SDN REO II. Sebuah sekolah dasar negeri yang berada di kecamatan REOK dan berkabupaten MANGGARAI, hari pun telah berganti waktu terus bergulir aku mulai masuk sekolah di hari pertama ku di sekolah baru. Rasa gembira pun terpancar di raut wajah ku, menggingat aku dapat melanjutkan sekolah ku.
Lonceng sekolah pun berbunyi menandakan waktu pelajaran usai, aku pun berkemas dan bergegas meninggalkan ruangan, untuk segera pulang bersama teman baru ku.
Sesampai di rumah akupun langsung di suguhkan dengan sebuah baskom kecil yang berisikan kue lemet.
“Din hari ini kamu mulai berjualan kue, ini kuenya dan skarang juga kamu mulai berjualan”
“tapi tante saya kan belum makan, bisa kah saya berjualan setelah makan..?”
“oh.. tentu silakan .. tapi jangan lama ya.. makannya..”
“ia tante..”
Setelah makan aku pun bergegas untuk berjualan, langkah demi langkah aku menatih kan kaki ku, bersuara kan merdu bertedu kan mata hari yang cukup panas, soalnya aku berjualan tepat pada pukul 14:00 tentu cuaca masih panas.. badan bercucuran keringat dan aku pun mulai bersuara lantang.
“Bu, Kue.. kue.. bu kue bu..”
Waktu pu kian semakin sore, kue pun semua habis, dengan hati yang amat senang aku pun bergegas untuk pulang. Dan memberikan semua uang hasil jualan ku hari ini kepada tante ku.. itulah kegiatan sehari-hari ku setelah sepulang sekolah..
Waktu bergulir sangat cepat dan sekarang aku sudah lulus dan ingin melanjutkan pendidikan ku ketingkat SLTP, aku pun mulai mendaftarkan diri hati ku pun kian bertambah senang dapat melanjutkan sekolah.. dengan semangat aku kian giat belajar, agar dapat naik kelas alhasil usaha ku rupanya tak sia-sia, aku dapat naik ke kelas berikutnya, sampai akhirnya lulus pada tahun 2005 dan mendapat kan nilai yang sangat memuaskan.
Setelah lulus SLTP, aku pun ingin melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. Tapi sayang harapan itu hampir sirna akibat tante ku tak dapat melanjutkan ku ke tingkat SMA, dikarenakan suaminya mengalami kecelakaan kerja dan harus membutuh kan biaya yang cukup banyak untuk keperluan pengobatan Dan lain lain.
Aku pun kembali di belit cobaan yang amat berat, dengan hati yang amat sedih aku pun menerima dengan hati yang lapang. Dalam hati kecil terucap akankah ini semua akan berahir sampai disini..?
Karena keadaan yang tidak memungkinkan lagi untuk melanjutkan sekolah aku pun kembali ke kampung halaman ku. Setelah di kampung akupun mulai memikirkan bagaimana caranya agar aku dapat melanjutkan pendidikanku. Sebab aku memiliki impian yang sangat besar dalam dunia pendidikan. Karena merasa iBu ku sudah tak sanggup lagi membiayai ku. Aku pun mulai meencari pekerjaan, apapun itu yang terpenting aku dapat bersekolah kembali..

"Soal UAS"

Terlihat ada kerumunan siswa siswa di depan ruang guru SMP Ricci pagi ini. Mereka terlihat mencoba mengintip ke dalam ruang guru untuk melihat apa yang sedang terjadi. Alex yang baru datang melihat kerumunan tersebut dan bertanya kepada dua temannya, Chiara dan Nicole. “Hei, apa apaan nih? Kok pada ngumpul depan ruang guru?” ia bertanya. “Eh elo, Lex. Itu tuh.. katanya ada anak yang ketauan menjual soal UAS!” Nicole menjawab. “Iya tuh. Tapi masih belum ketauan siapa aja yang udah beli. Dia lagi diinterogasi di dalem. Makanya rame.” Chiara menambahi. Alex terpaku. Keringat mulai bercucuran dan tangannya menggenggam erat tali tasnya. “Ng? Lo kenapa? Lu gak jadi beli soal ulangan itu kan?” Chiara bertanya. “Eh? E-enggak kok. Udah ya!” Lalu ia berlari meninggalkan dua anak perempuan itu kebingungan.
Sampai di kelas, ia melihat teman-temannya sudah berkumpul sambil ngobrol-ngobrol. Dengan cepat ia menaruh tasnya dan menghampiri mereka “Eh, Alex! Sini sini!” Rama memanggilnya. “Katanya, anak yang jual soal UAS ketangkep ya?” Ia dengan hati-hati bertanya. “Iya tuh, untung gue kagak jadi beli. Bisa kena masalah gue!” Kevin menghela napas lega sementara Alex menjadi semakin tegang dan bel masuk pun berbunyi.
Sepanjang pelajaran, Alex tidak bisa konsentrasi. Ia terus memikirkan tentang kejadian ditangkapnya anak yang menjual soal UAS tersebut sampai ia tidak mendengar teman-temannya memanggil. “Lex! Alex! Woy! Ke kantin yuk. Bengong aja!”
Sesampainya di kantin, Chiara dan Nicole sudah terlihat duduk dan mengobrol. “Jadi, cerita lengkapnya gimana?” Roby bertanya. Alex mempunyai banyak teman dekat. Dan yang paling dekat dengannya adalah keenam sahabatnya ini. Ada Chiara, Nociole, Roby, Rama, Kevin dan Michael. “Katanya sih, ada saksi yang liat dia ngambil soal itu trus setelah ditanya-tanya, ternyata soal soal itu dijual ke temen-temen.” Michael menjelaskan. Melihat perlakuan aneh sahabatnya, Nicole menjadi cemas. “Hey, Alex.. Lo.. gak jadi ngambil soal itu kan?” Alex diam. Ia bingung apakah ia bisa menceritakannya kepada mereka? “Ng.. iya. Gua ambil. Yang Matematika sama Fisika..” teman-temannya kaget. Alex memang cerita bahwa ia ditawari tentang soal itu namun ia tidak pernah bercerita lagi. “Trus? Lo mau pake soal itu? Kini giliran Chiara bertanya. Alex mengangkat bahu. “Mendingan lo balikin deh tuh soal. Daripada kena masalah?” Rama menyarankan. “Tapi lo udah bayar buat soal itu kan? Gue bilang sih pake aja. Siapa tau bener.” kata Kevin. Yang lain mulai shock, Kevin yang biasanya alim menyarankan Alex buat menyontek? “Kevin! Kamu kok malah setuju buat nyontek?!” Nicole mulai emosi. “Kamu tau kan apa yang bakal terjadi kalau ketauan?” Chiara meletakkan alat makannya dan menatap serius teman temannya. “Kalau gak ketauan gak papa kan? Banyak juga yang make kok!” Rama ikut-ikutan. “Lu stress ya? Kalau ketauan bisa masalah! Chiara, ayo!” Nicole bangkit dan pergi. Chiara memandang Alex sekali dan beranjak pergi mengikuti Nicole. Yang lain juga berdiir dan meninggalkan Alex sendiri. Michael sempat tersenyum dan menepuk pundaknya sebelum pergi
Sampai di rumah, ia masih memikirkan tentang saran teman-temannya. Balikin, jangan? Kalau dibalikin, ntar bisa dapet jelek. Tapi kalau ketauan?… Ia menatap plastik berisi soal sambil berpikir. Ia masih belum membuka soal itu karena bingung. Kalau gak ketauan kan lumayan, nilai pasti bagus! Tapi… Terlalu lelah berpikir, ia pun tertidur.
Keadaan teman-temannya masih belum mebaik sampai esoknya. Padahal UAS sudah dekat dan ia masih belum meutuskan mau memkai soal itu atau tidak.
Saat istirahat, Chiara dan Nicole menghampirinya dan berkata “Jangan bilang kita gak ingetin lo ya. Semuanya terserah lo, Lex” Rama dan Kevin yang mendengarnya hanya mendengus dan kedua perempuan itu pergi. “gak papa Lex, ikutin gua aja. Gak bakal masalah kok.” Alex hanya mengangguk
Chiara, Nicole, dan Michael berpaspas an dengan Rama, Kevin, dan Alex di halaman. “Guys, ayolah.. Gue bilang balikin itu soal. Pasti lebih baik pake kerja keras lu sendiri Lex…” Chiara berkata. “Tapi kan lebih gampang pake soal ini, daripada musti belajar. Bikin capek!” Rama balas dengan nyolot. “Udahlah, biarin Alex milih sendiri aja. Kalau lu ngikutin saran cewek-cewek, balikin soal itu besok.” Michael menyarankan. “Oke aja, biar Alex yang nentuin.”
Pagi harinya, Chiara dan Nicole sudah menunggu di depan ruang guru dan tersenyum pada Alex. “Ini pilihan lo, Lex” dan mereka memasuki kelas. “Jadi.. Lo milih pake apa balikin? Kalau lo balikin, Rama sama Kevin juga harus balikin..” Nicole bertanya.
“Gue.. Gue balikin aja deh. Takut kena masalah gue..” Alex berkata. “Gitu dong! Kalau gitu, Rama sama Kevin juga balikin! Sayang kan duit lu pada abis gara-gara soal doang?” Mereka tertawa. “Ya udah, ntar pada jajanin kita ya, Pleaseee?” Rama membujuk namun tidak diacuhkan oleh yang lain.
Besok paginya, Alex sudah mengembalikan soal pada orang yang menjualnya. Begitu juga dengan Rama dan Kevin. “Nih, maaf ya gue balikin. Tapi gua gak mau kena masalah kayak lo. Thanks anyway..”

"Jejak-Jejak Keajaiban Mimpi"

Keajaiban itu, berawal saat mahasiswa baru yang bernama Tira menginjakkan kakinya di sebuah kampus tersohor. Yaitu institut teknologi bandung, dengan tekad yang kuat untuk menuntut ilmu di kampus tersebut. Ia mulai membuat jejak-jejak mimpinya. Setelah disambut dengan hangat di kampus tersebut, ia mulai menuliskan mimpi-mimpinya pada dua lembar kertas dan ia tempelkan pada dinding kamar kostnya. Pada suatu ketika ada teman-teman Tira yang berkunjung ke kostnya dan mereka melihat dua lembar kertas yang tertempel dinding kostnya tersebut mereka membaca isi dari dari dua lembar kertas tersebut yang berisikan impian-impian yang dituliskan oleh Tira. Setelah itu teman-teman Tira pun berkata padanya “hahaha, sudahlah Tir… itu kan cuman hayalan kamu aja”, ujar teman-teman Tira dengan ekspresi menyindirnya. Lalu Tira menjawabnya dengan santai “gak apa-apa kok sob siapa tau suatu hari nanti jadi kenyataan”, lalu teman-teman Tira tersadar akan semangat yang besar dari Tira mereka pun memberikan dukungan untuk Tira dan berkata “oke deh Tir semoga aja impianmu itu bukan jadi pajangan belaka”, “oke sob, terima kasih atas dukungan kalian” sahut Tira. Selain teman-teman yang mendukung Tira banyak juga teman-teman yang mencemooh bahkan mencaci makinya. Namun ia tak perduli akan hal itu. Ia tetap bersemangat menggapai impian-impiannya dan berkata dalam hatinya “mimpi itu tidak dapat digapai jika bukan kita sendiri yang membangunkannya”. Kata-kata itulah yang menjadi semangat hidup Tira untuk menggapai mimpi serta harapannya.
anpa ia sadari setelah beberapa tahun Tira menyimpan dua lembar kertas tersebut, hanyalah menjadi sebuah coretan. Mengapa menjadi hanya menjadi coretan? karena ia telah menggapai satu persatu harapan serta impian yang telah ia tuliskan pada dua lembar kertas tersebut yang kini menjadi usang serta banyak coretan yang telah ia goreskan pada kertas tersebut.
Ada satu impian yang tertulis pada dua lembar kertas tersebut yang dapat membuat Tira terkesan dan sangat membekas dalam benaknya, yaitu di saat ia berhasil menggapai impiannya untuk melanjutkan S3 ke Negeri Sakura (Jepang). Ia sekarang telah menjadi seorang doktor muda pertama kali di Jepang dan di Negaranya sendiri Indonesia.
Setelah berpulang ke Indonesia banyak orang mengira bahwa ia adalah anak orang kaya, nilai-nilai ujiannya selalu sempurna dan ia selalu mendapatkan IP 4, Lalu Ia dengan tegas menjawab “Tidak!”. Dia Berkata “saya adalah anak orang biasa bahkan hampir tidak apa-apa, ujian saya pun juga ada mendapatkan nilai C bahkan juga ada mendapat nilai D, IP saya pun juga pernah mendapat 2,7 saja”. Dan mungkin satu kalimat ini dapat menginspirasi kalian atau bahkan semua orang “Beranilah bermimpi karena, jika kita berani bermimpi matahari yang sangat panas itu dapat kita genggam”. Ujar Tira, orang-orang yang mendengarkan perkataannya tersebut menjadi kagum serta takjub atas prestasi serta tekadnya yang begitu kuat.
Tira berharap bahwa kelak dirinya mampu memotivasi bahkan menginspirasi banyak orang untuk mengikuti jejak-jejak mimpinya dalam melakukan hal-hal yang mungkin kita sendiri tidak akan dapat mengukurnya.

"Ujian Nasional, Dilema Sang Guru"

Di luar terdengar lagu dangdut murahan dibunyikan keras-keras. Sedangkan aku.. aku menjejalkan lagu korea ke telingaku. Bukan tidak mencintai karya negeri sendiri. Tapi cinta memang tidak bisa dipaksakan akan jatuh kemana. Hari-hari sudah cukup menekan disini tanpa lagu-lagu dangdut itu. Sedikit pelepas ketegangan hanya itu yang aku butuhkan. Alunan lembut suara IU… sejenak… bisa membuatku melupakan badai yang sedang berkecamuk di hati, pikiran dan tubuhku.
Entah kemana idealisme itu sudah kulemparkan. Mungkin seperti batu hitam yang jatuh ke laut dalam atau seperti bumerang milik suku Aborigin yang kini sedang berbalik menyerangku. Yang kulakukan adalah pengkhianatan. Bukan terhadap orang lain, tapi terhadap diriku sendiri. Apakah rupiah itu? Atau memang kelemahan yang sudah lama ada bahkan sebelum idealisme ku menemukan namanya. Hanya karena permintaan menghiba dari seorang kepala sekolah yang juga menjadi korban sistem kemunafikan dalam lembaga pendidikan yang seharusnya didirikan untuk menjadi wadah perubahan dan pencetak para cendikia.
“Tolong lah… Bu. Anak-anak kita tak akan bisa lulus jika mereka harus mengerjakan soal itu sendiri”,
“Kasihan mereka Bu, sebagai guru, inilah yang kita bisa berikan bagi mereka”.
Ya. Satu pertolongan terakhir bagi anak-anak pulau yang lebih gemar bermain dan melaut ketimbang belajar. Toh, mereka semua akan lulus juga. Lihatlah lah coreng moreng itu sekarang. Di tempat ini, mereka malah dibimbing untuk berlaku curang. Salahkah anak-anak itu jika moral mereka terus terdegradasi, di tempat etika seharusnya berlaku mutlak, mereka malah menemukan pelecehan terhadap etika moral dan kejujuran diinjak blak-blakan.
Semua kobaran kemarahan dan idealisme itu padam seperti tersiram air dingin. Aku benci melihat diriku bersusah payah mengerjakan soal-soal sialan itu. Seribu kali!!! Mau jadi apa siswa-siswa itu? Kabupaten yang ingin namanya harum mengambil jalan pintas berbagai rupa. Hemh! Lihat saja jalan yang sudah disediakan itu, berubah menjadi semak belukar. Jalan pintas itu kini sudah serupa jalan tol, lengkap dengan pintu, penjaga dan tarifnya. Kemanakah jalan itu menuju? Ke dunia luar yang memang persis seperti inilah keadaanya, kurang lebih. Apakah cara-cara yang diterapkan memang sudah tepat, mengingat setamatnya mereka dari sekolah, mereka akan terjun dan berbaur dalam masyarakat. Mereka sudah kami ajarkan untuk mengenal kata ‘kompromi’ dan kami didik untuk memahami dengan pasti bahwa ‘tidak ada peraturan yang tidak bisa dilanggar’. Dan trik untuk mencapai sukses dalam hidup.. yaitu… ‘jangan melawan arus’. Mereka juga sudah kami bekali dengan rumus untuk bisa bertahan dalam dunia nyata ‘kejujuran hanya dipakai seperlunya saja’. Karena begitulah yang marak mereka lihat di televisi, jika channel favorit mereka yang menayangkan sinetron kebetulan sedang iklan dan mereka melewati saluran tv yang terus-menerus memutarkan berita. Karena begitulah yang terjadi di indonesia.
Hidup memang pilihan, dan aku sudah memilih untuk ikut terlibat dalam permainan ini. Hanya karena aku tak mau didiskualifikasi karena melanggar peraturan yang sudah ditetapkan, play unfair. Menyadari kalau ternyata aku tidak cukup tangguh untuk bisa berkata ‘tidak’, membungkam suara yang biasa kuteriakkan… aku pun tak jauh berbeda.
Pendidikan harus selalu menyesuaikan dengan perubahan jaman, itulah yang sedang berlaku saat ini. Bagaimana pendidikan moral bisa diterapkan jika moral para pendidiknya saja masih patut dipertanyakan. Bukan gaji yang besar yang dibutuhkan, tapi jiwa yang berkali-kali lipat lebih besar untuk bisa bertahan dalam profesi ini dan tetap waras. Pelan-pelan… aku sudah mulai membenci anak-anak ini. Di mataku, mereka adalah kertas buram dan lusuh. Bukan kertas putih yang masih kosong yang bisa dicat warna-wani pelangi. Aku mendadak kehilangan kemampuanku untuk melihat sisi putih dari legam kulit mereka. Anak-anak itu sudah menjadi kriminil sejak masih di sekolah dasar. Menyalahkan keluarga dan lingkungan mereka adalah yang kami lakukan disini. Bukan perasaan seperti ini yang ingin aku rasakan ketika memutuskan untuk mengikuti program sm3t. Ottokhe… bagaimana dengan hatiku. Bagaimana dengan idealismeku. Bagaimana nasib pendidikan negeri ini kelak? Tempat ini punya kekuatan untuk membangkitkan seluruh sisi negatifku. Kini aku hanyalah seorang guru yang pesimis dan apatis.

"Perlombaan Cerdas Cermat Antar Sekolah"

Pada suatu hari ada anak laki-laki kelas IX yang bernama Wildan, dia adalah seorang anak laki-laki yang baik, rajin, tekun. Dia mempunyai sahabat yaitu Defri, Rizky, Aisyah, Dewi, Mira. Dia juga rajin mengerjakan tugasnya, karena kerajinannya dia selalu ranking 1 di kelasnya, dan dia juga mendapatkan prestasi yang sangat memuaskan, guru-guru juga bangga mempunyai anak didik yang pintar dan cerdas seperti dia.
Pada hari sabtu pas pulang sekolah ada pengumuman tentang akan diadakannya “Lomba Cerdas Cermat Antar Sekolah”, yang akan diselenggarakan hari senin dan tempatnya di lantai atas kebetulan Wildan dan sahabatnya ada di kelas dan mendengarkan pengumuman itu, “Wildan, gimana menurut kamu, kamu mau mengikuti perlombaan itu gak?” Defri tersenyum, “menurut aku sih lomba tersebut seru juga sih”, Wildan berjalan menuju sahabatnya “Wildan, gimana kalau kamu ikut lomba itu?, ya gak teman-teman”, Defri dan Wildan duduk “iya kami semua setuju kok atas usulan Defri itu”, Dewi dan Mira menjawab secara bersamaan “hmm, iya deh aku akan ikut perlombaan itu”, Wildan tersenyum “iya gitu, itu baru sahabat kita”, Defri menatap Wildan “eh teman-teman kita ke perpustakaan yuk”, Wildan mengajak semua sahabatnya “iya ayo aku juga ingain baca buku”, semua sahabatnya menjawab dengan bersamaan.
Wildan dan semua sahabatnya pergi ku perpustakaan, di tengah perjalanan Rizky ingin pergi ke toilet “eh Aisyah aku mau ke toilat sebentar ya, aku sudah gak tahan nih” Rizky minta izin ke Aisyah “haha, iya cepat ke toilet” Aisyah mentertawakan Rizky “makasih ya”, Rizky berlari dengan cepat menuju toilet, kemudian Wildan dan sahabatnya pergi ke perpustakaan lagi “akhirnya sampai juga di perpustakaan”, Defri berbicara ke semua sahabatnya da dia langsung mencari buku-buku yang ingin ia baca “Aisyah, kalau kamu mau mencari buku, kamu duluan aja soalnya aku ingin mencari buku cerita dulu”, wildan berjalan mencari-cari buku yang sedang ia cari “iya aku juga ingin mencari buku Matematika”, aisyah lalu tersenyum dan Dewi, Mira juga mencari-cari buku cerpen.
Rizky yang tadi ke toilet itu kembali pergi ke perpustakaan lagi, di tengah-tengah perjalanan dia melihat cewek yang cantik dan cewek itu lalu memanggilnya “he Rizky cepat kesini”, rizky menuju cewek tersebut “ada apa?, kok kamu tau nama aku?”, rizky binggung “aku sudah tau nama kamu dari Wildan”, cewek itu menjawab dengan santai “oh, nama kamu siapa?”, rizky tersenyum kepada Claudy “namaku Claudy”, cewek itu tersenyum juga “kamu kelas berapa Claudy?”, rizky malu berbicara “aku kelas VIII, kamu tadi mau kemana?”, Claudy itu tersenyum lagi “ouh iya aku lupa, sekarang aku mau ke perpustakaan dan teman-teman aku sudah menungguku dari tadi, aku mau ke perpustakaan dulu ya Claudy”, rizky langsung berlari menuju perpustakaan “iya”, Claudy tersenyum, Rizky sudah sampai di perpustakaan dan ia mencari sahabatnya. Lalu ia melihat Defri dan Wildan sedang membaca buku “Defri, Wildan cepat kesini, sebentar lagi sudah jam 15.00 nih!”, Rizky memanggil sambil berjalan menuju mereka “ayo kita mencari yang lainnya”, Rizky gelisah “aisyah ayo kita pulang yuk, udah sore nih!” lalu Aisyah pulang bersama teman yang lainya kecuali Wildan dan Defri tidak pulang bersama mereka, karena arah rumahnya berbeda. Pada malam hari Wildan bersiap-siap untuk mempersiapkan perlombaan yang akan dilaksanakan pada hari senin itu, tak terasa sekarang sudah jam 21.00 malam waktunya ia untuk tidur.
Pada hari senin Wildan deg-degan karena ia akan berlomba sekarang, dengan wajah yang cemas dan agak PD ia berangkat ke sekolah. tak terasa ia sudah sampai di sekolah, agak lama kemudian datang sahabatnya dan mereka menghampirinya “Wildan sekarang kamu sudah siap belum untuk berlomba melawan sekolah lain?” sahabatnya bertanya kepada Wildan “iya insyaallah aku siap”, ia tersenyum “bagus kalau begitu pasti kamu akan menjadi juara”, Defri memujinya “ayo kita pergi ke lantai atas untuk bersiap-siap bertanding!”, Wildan dan sahabatnya pergi ke lantai atas “iya cepetan sebelum terlambat”, Defri semangat “Wildan dan sahabatnya sudah sampai di lantai atas, lalu wilda berjalan ke arah tempat duduknya untuk bersiap-siap “semangat Wildan”, sahabatnya memberikan semangat kepadanya, dengan waktu yang terus berjalan tak terasa perlombaan ini sudah dimulai. Wildan dengan percaya diri mengerjakan tugas yang banyak itu, tak terasa waktu sudah tinggal 5 menit lagi, dan Wildan sudah hampir menyelesaikan pekerjaanya itu. Meskipun ia menghadapi soal yang susah tapi ia tak menyerah, guru-guru dan teman-temanya semua memberi semangat kepadanya, waktu sudah habis dan Wildan juga sudah mengerjakan semua soal yang banyak itu. Dengan wajah yang semangat itu ia tak menyangka bisa menyelesaikan soal itu, waktu-waktu lainnya. yang deg-degan ini sudah terjadi, karena sekarang saatnya untuk mengetahui siapa pemenang dari lomba cerdas cermat itu, dan diumumkanya pemenang dari lomba cedas cermat ini, dan pemenang lomba cerdas cermat pada hari ini adalah Wildan, setelah ia menjadi juara ia pun bersyukur dan berterimakasih kepada semuanya yang telah memberikan semangat kepadanya. Dan akhirnya ia terkenal sebagai anak yang cerdas dan pintar di sekolahnya dan di sekolah.

"Mengejar Cita"

Pagi itu Dani ingin sekali bersekolah, tapi dengan kondisi keuangan yang tidak mencukupi. Dani sementara tidak bisa melanjutkan sekolah. Ibunya sehari-hari mencari nafkah sebagai penjual nasi.
“Bu, kapan aku bisa sekolah seperti teman-teman dani yang lain?” menatap ibunya dengan penuh harapan.
“Sabar ya nak, nanti kalau tabungan ibu udah cukup buat biaya sekolah Dani. Secepatnya Dani bisa sekolah..” Katanya.
Dengan melihat ibunya bekerja keras demi membantu ekonomi keluarganya, Dani hanya bisa membantu ibunya jualan nasi pecel. Semenjak ayahnya meninggal ekonomi keluarga Bu Indah tidak stabil. Sehingga membuat mereka berusaha keras mengumpulkan uang untuk kebutuhan sehari-hari. Dan berharap mendapatkan rejeki lebih agar Dani bisa bersekolah kembali.
Ketika Dani berangkat menjajakan korannya. Tidak menyangka di jalan ia bertemu dengan temannya yang bernama Tina dia anak seorang Kepala Sekolah. Dengan melihat Tina, sudah memakai seragam sekolah yang rapi dan lengkap dengan membawa tas dan tak lupa bekal makan siang. Dani merasa iri hati melihat Tina, yang bisa bersekolah dan mempunyai banyak teman.
“Dani aku berangkat sekolah dulu ya, takut telat ada Upacara Bendera” Sambil bergegas meninggalkan Dani.
“Ooh… iya Tina, hati-hati di jalan ya..” Menatap Tina dengan perasaan sedih.
Dila datang untuk menemui Dani, dan mengajak Dani untuk menjajakan koran di sekitar Terminal. Seperti biasa dengan semangat yang luar biasa mereka benar-benar tak merasakan lelah, meskipun terik matahari siang itu begitu terasa di kulit. Mereka berdua masih tetap semangat dan termotivasi untuk mengumpulkan uang yang banyak. Agar bisa melanjutkan sekolah dan mewujudkan cita-cita. Sambil menjajakan koran Dila bertanya kepada Dani.
“Emang cita-citamu pengen jadi apa Dan?”
“Ada deh, mau tau aja..” Dani tertawa melihat wajah Dila yang penasaran. Dila pun masih tetap bersih keras menanyakan cita-cita Dani. Tetapi Dani masih tetap tidak mau memberitau Dila.
Setelah selesai menjajakan koran Dani dan Dila melanjutkan untuk mengamen. Mereka ingin mendapatkan penghasilan lebih. Kemudian setelah mendapatkan uang, mereka menyimpanyya bersama-sama.
Dani dan Dila pun menyimpannya dalam kaleng kemudian dikuburnya dalam tanah kaleng itu. Agar tidak dicuri orang. Karena menurut mereka berdua dengan menyimpan uang seperti itu akan lebih aman, dan beda dari pada yang lainnya. Setelah menyimpan uang hasil penjualan koran dan ngamen. Dani berpamitan dengan Dila untuk pergi sebentar. Dila ingin ikut pergi bersama Dani, tetapi Dani melarang Dila ikut.
Dani setiap hari pergi ke sekolah Tina, dengan harapan ia ingin sekolah. Meskipun ia tidak memakai seragam sekolah seperti anak-anak yang lainnya. Dani melihat dari bagian pojok jendela kelas ada banyak anak yang mendengarkan materi dari Pak Guru. Setelah pelajaran selesai. Pak Guru mendekati Dani dan bertanya.
“Loh nak, kamu siapa?”
“Saya Dani Pak..”
“Kenapa setiap hari kamu melihat dari jendela ketika ada pelajaran di kelas?”
Dani menjawab dia ingin sekolah tapi tidak punya biaya. Dan Dani bilang kalau dia ingin menjadi seorang guru seperti Ayahnya. Karena ia termotivasi melihat Ayahnya yang menjadi seorang guru teladan bagi murid-muridnya.
Keesokan harinya Dani dan Dila Kaget melihat kalau di dalam kaleng tersebut semua uangnya yang dikumpulkan selama ini telah hilang. Dila mencurigai kalau kemarin sore ia melihat ada seorang laki-laki yang berjalan mengendap-endap di belakang rumah Dani. Ternyata uang itu dicuri oleh orang. Dani merasa kecewa karena tidak bisa mewujudkan keinginannya. Tetapi Dila memberikan motivasi kepada Dani. Agar jangan terlalu sedih, pasti Tuhan akan mengembalikan lebih banyak lagi rejeki untuk kita.
Setelah kejadian tersebut, Dila mengajak Dani kembali beraktivitas menjajakan korannya demi mencari uang untuk bisa melanjutkan sekolah. Dani tetap bersemangat meskipun masih ada sedikit perasaan kecewa. Tak disangka sebuah mobil menyerempet Dani dari belakang. Dani pun jatuh tersungkur. Kemudian datanglah seorang ibu-ibu yang bernama Bu Sinta keluar dari mobilnya setelah menabrak Dani. Bu Sinta mengajak Dani untuk pergi ke Rumah Sakit tetapi Dani menolak. Dan Dila kaget melihat kaki Dani memerah dan bengkak, sehingga Dani susah untuk berjalan. Bu Sinta pun langsung membawa Dani ke rumahnya untuk diberi obat.
Sesampainya di rumah Bu sinta menyuruh pembantunya untuk merawat Dani yang kakinya keseleo dan bengkak itu. Kemudian Bu Sinta bertanya kepada Dani dan Dila.
“Mengapa kalian berada di pinggir jalan waktu pagi-pagi? Apakah kalian tidak sekolah.” Dengan wajah yang penuh bersalah karena sudah menyerempet Dani.
Dani bilang kalau ia tidak sekolah. Dila menjelaskan kalau kita ingin bersekolah dan kita tidak punya biaya. Kemudian anaknya Bu Sinta yang bernama Andi tiba-tiba datang dari dalam kamarnya menghampiri Dani, dan Andi pun tidak suka melihat kedatangan Dila dan Dani. Andi mengusir Dani dan Dila karena mereka orang miskin.
Bu Sinta menasehati Andi agar tidak bersikap kasar kepada Dani dan Dila. Tetapi Andi masih bersih keras dia tidak suka dengan kedatangan Dani dan Dila. Andi tidak suka Mamanya menolong Dani. Dan Bu Sinta ingin menolong mereka agar bisa sekolah kembali. Tetapi dengan niatan Bu Sinta seperti itu, Andi tidak suka mamanya membantu mereka untuk sekolah di tempat Andi bersekolah.
Luka Dani sudah selesai diobati, Bu Sinta mengantarkan pulang Dani dan Dila. Sampai rumah Dani Bu sinta minta maaf kepada kepada Ibunya Dani. Karena tidak sengaja telah menyerempet Dani. Bu indah dengan sabar menjawab
“Kedatangan saya kemari mau minta maaf, karena sudah tidak sengaja menyerempet Dani…” Kata Bu Sinta.
“Tidak apa-apa bu… saya mengerti. Memang kondisi ekonomi saya tidak memungkinkan. Sehingga dani membantu saya. Memenuhi kebutuhhan sehari-hari, maafkan anak saya kalau berjalan dengan menghalangi jalan ibu.”
Setelah Bu sinta minta maaf, ia menawari kepada Dila dan Dani untuk bersekolah. Dani dan Dila pun merasa senang dan tidak percaya. Pada akhirnya mereka berdua bisa melanjutkan sekolah kembali. Dan Bu indah merasa bersyukur akhirnya Dani bisa sekolah sehingga dani dapat mewujudkan cita-citanya menjadi seorang Guru.
Kisah ini didalamnya terdapat pesan moral, bahwa jangan pernah putus asa dalam menjalani cobaan hiduh. Tetap semangat dan berusaha untuk menggapai cita-citamu. Dan jangan pernah bersikap kasar kepada orang lain karena itu merupakan sifat tercela yang tidak boleh dilakukan.
Selesai.

"Aku dan Rumus"

Namaku Mega, aku adalah seorang pelajar SMP yang baru berumur 14 tahun. Seperti remaja pada umumnya aku sangat senang sekali menjelajahi dunia internet, mulai dari facebook, twitter, sampai Yahoo mail sudah aku kuasai, sampai terkadang aku lupa waktu belajar. Sebagai pelajar seharusnya aku belajar setiap harinya, apalagi sebentar lagi aku akan segera melaksanakan UN (Ujian Nasional). Sebuah kalimat yang mengerikan bagiku dan pelajar lainnya, yaaa… memang tak asing lagi bagiku kata UN, hampir setiap hari guru mengigatkannya.
Ohh sial, pagi ini harus bertemu dengan angka angka dan rumus rumus yang membuat jatungku meledak, memang tidak asing lagi bagi siapa saja yang mendengar kata “Rumus” yaaa… rumus memang menjadi hal yang wajib dalam pelajaran Matematika dan Fisika (salah satu pelajaran yang aku musuhi).
“Ohh leganya bisa bernafas kembali dan melewatkan pelajaran yang sudah membuatku pusing”. Ujarku.
“Apa sebegitu bencinya kau dengan rumus?”. Ujar salah satu temanku.
Memang tak bisa aku pungkiri jika aku merasa takut ketika melihat rumus. Angkanya yang membingungkan dan rumusnya yang membuatku pusing menjadi faktor utama. Pada waktu masuk kelas, tiba saatnya pelajaran bahasa Indonesia, oh senangnya hati saya seperti malam merindukan bulan, oh senangnya tidak melihat rumus-rumus menjengkelkan itu lagi, saya sangat bahagia belajar tanpa rumus, hati riang membelah angkasa, tiba-tiba bel berbunyi, yeee… pulang, baca doa, beri salam pada guru, lalu pulang ke rumah dengan hati yang membisik langit.
Sesampainya di rumah aku mulai menyadari bahwa rasa takutku pada rumuslah yang akan menghancurkan semua cita citaku, kita tidak akan bisa hidup tanpa menghitung dan yang paling aku ingat adalah Matematika dan Fisika itu termasuk pelajaran yang di UN kan. Aku mulai berfikir dan intropeksi diri, keegoisanku dan tak ada usaha juga yang telah mempengaruhiku untuk membenci rumus.
Seiring berjalannnya waktu aku mulai merubah diri. Hari demi hari telah aku lewati, begitu pula dengan rumus demi rumus yang sudah aku hafalkan, dan seperti air yang mengalir aku mulai menyukai rumus.
Sekarang rumus sudah menjadi sahabat yang melekat di hari hariku, dan aku baru tersadar bahwa sebenarnya rumus itu sangat mudah untuk dipelajari asalkan kita mau belajar dan berusaha, karena kunci kesuksesan adalah dari diri sendiri. Kita bisa mencapai langit ke 7, tapi sebelum itu harus melewati langit pertama dan seterusnya, karena di dunia ini kita tidak hidup sendirian, masih banyak manusia lain yang ingin menggapai langit ke 7.
Biarkan mereka menjadi saingan, karena memang terkadang hidup perlu bersaing. Jangan biarkan kamu jatuh terbelenggu sebelum menggapai cita citamu, tunjukan kemantapanmu untuk berusaha sungguh sungguh mempelajari apa yang belum pernah kamu pelajari dan mencoba untuk melakukan apa yang belum pernah kamu coba. Dan yang terpenting adalah cobalah untuk mendekati apa yang kamu tidak suka daripada menjauhi apa yang kamu tidak suka.
Tamat

"Cita Citaku dan Masa Depanku"

Hai namaku Bila Ratna Ayu panggilanku Bila. Aku duduk di bangku Kuliah. Aku anak kedua dari empat bersaudara. Dulu ketika aku bertentangan dengan orangtuaku karena Masa Depanku, aku hampir putus asa. Akibatnya cita-citaku terhambat oleh keinginan orangtuaku yang berkata lain. Orangtuaku menuntutku menjadi Manager di sebuah perusahaan terkenal di Surabaya. Sedangkan aku ingin menjadi Psikolog. Tidak hanya itu saja konflikku, cita-citaku juga bertentangan dengan Impianku, ketika Impianku ingin menjadi Fotografer. Tapi semua itu tidak mungkin aku menuruti keinginan emosiku untuk memiliki semua itu. Inilah cita-citaku seorang Psikolog.
Ketika Bel SMA berbunyi “Teet… teett…”
“Bil tunggu…” Aku pun menjawab sosok seseorang yang di belakang dan aku pun menoleh “Oh kamu toh ris, ada apa?” “besok ikut aku yuk, kita kan uda kelas 3” ajakan riski “hmm.. okelah, tapi apa hubunganya sama kelas3? Maaf lagi gak nyambung banyak pikiran” jawab aku dengan sedikit bingung “ada deh liat aja besok, kamu kenapa sharing dong” jawab Riski yang cemas “ada deh, besok aja aku ceritain sekalian” jawab aku yang usil “haha iya deh iya, ya udah tuh udah ada bemo yuk pulang” jawab riski dengan menunjuk arah bemo. Riski adalah sahabatku SMP yang saat ini satu SMA/atap sama aku.
Setibanya di rumah, Bi Inah telah menyiapkan makanan kesukaanku tanpa ragu-ragu lagi aku langsung menyatap makanan tersebut, dan tiba-tiba aku dikejutkan dengan suara Bi Inah yang sangat keras “Loh non ganti baju, cuci kaki dulu sana kalau Ayah sama Mama tau pasti Bi Inah dimarahi” “Ah Bibi ini nganggetin aja, iya-iya aku ganti baju ini. Mama kemana Bi? Kok dari tadi gak kelihatan?” tanya aku “Kan seperti biasanya Mama menjeput adik-adikmu” jawab Bi Inah. “selesai makan aku mau cerita banyak sama Bibi tapi jangan bilang siapa-siapa ya” jawabku dengan membisiki Bi Inah “Iya, beres bos” jawab Bi Inah yang sedikit heran.
Selesai aku makan, aku bercerita ke Bi Inah tentang Ayah dan Mama yang minggu-minggu ini sedikit aneh. Lebih sibuk dari biasanya. “Bi kenapa Ayah sama Mama lebih kelihatan sibuk ya?” Tanya aku yang membuka topik pembicaraan dahulu “iya mungkin banyak kerjaan Bil” jawab Bi Inah yang kurang meyakinkan “Gak Bi bukan gitu mama kan gak kerja? Kok minggu-minggu ini kelihatan sibuk sekali, dan aku tidak sengaja mendengarkan pembicaraan mereka tentang masa depanku?” Tanyaku yang ingin kepastian “sudahlah mungkin hanya perasaanmu, lagi pula gak baik dengerin mereka bicara itu sama saja lancang!” jawab Bi Ina yang meyakinkanku “iya-iya lagi pula aku kan gak sengaja, ya udahlah aku ke kamar aja masih banyak tugas” jawabanku yang mengalihkan pembicaraan.
“Kringg… Kringg…” Bel berbunyi untuk Istirahat. Ketika aku tengah makan di kantin ada sesok Riski yang mengejutkanku “Hei, Bil” “Duh apaan seh Ris bikin kaget aja” jawabanku yang sedikit kesal “Haha maaf-maaf deh Non Bila, oh iya jangan lupa nanti pulang sekolah ya” jawaban Riski yang sedikit manja “Iya-iya aku gak lupa kok, oh iya sini temani aku makan lagi sendirian nih” “Loh teman-temanmu kemana?” jawab Riski “Oh teman-temanku mengerjakan tugas dari Bu Aini, tapi tenang aja aku sudah selesai kok” jawab aku “Ih pinternya sahabatku” jawab Riski yang menggoda “Ah berlebihan kamunya” jawabanku yang tertawa kecil.
“Tettt… Tettt…” Bel pulang pun berbunyi aku langsung menuju kelas Riski. Tiba-tiba dia lagi yang mengejutkanku “Ciluk.. Baaa… haha udah nungguin lama ya? Tumben banget kamu ke kelasku kan biasanya aku yang ke kelasmu” ucap Riski “Ah kamu dari dulu gak pernah berubah ya selalu ngagetin!. Kan gak papa sekali-kali aku yang mengunjungimu. Oh iya ayo aku tidak punya banyak waktu lagi banyak tugas ini” ucap aku yang sedikit kesal. “Bagaimana kalau gini, sekarang kita pulang dulu, nanti pukul 7.00 aku jemput kamu sekalian mengerjakan tugasmu” ucap Riski. “Okelah tumben pinter haha, oke ayo pulang supir bemo kita telah menunggu” jawab aku “ayo, let’s go Bil”
Sesampainya di rumah seperti biasanya selalu disambut dengan Bibi Inah. “Assalamualaikum” salamku. Tiba-tiba Mama menghampiriku “Waalaikumsallam, Bil tumben uda dateng dari biasanya?” Tanya mama “Oh iya ma tadi cepat-cepat pulang, soalnya nanti malem aku sama Riski mau belajar bareng di tempat biasanya” jawabku “Oalah pantes pulangnya cepet, ya sudah cepat bersihkan diri kamu” jawab mama “Oke deh beres ma” ucapku.
Menjelang pukul 7.00 Riski tak kunjung menjemputku, aku hubungi dia, dia tidak mengangkat telfonku. Akhirnya pun aku mengerjakan tugas sendiri dan tiba tiba ada telfon berdering dan itu Riski “Hallo assalamualaikum Bil, maaf ya tadi aku tidak menepati janjiku” pinta Riski “Iya Ris lain kali bilang, biar aku tidak lama menunggu” ucapku “Iya begini aku cerita di telfon saja ya” ucap Riski “Iya ris katakan” jawabku “Bil sebelumnya aku minta maaf kapan hari mamamu mengunjungi rumahku, dia berkata padaku bahwa kita terdapat hubungan yang melebihi persahabatan, lalu..” ucap Riski yang disela olehku “Ha? Mamaku kesana? Ya Allah maaf ya Ris atas sikap mama ku” ucapku permintaan mohon maaf “Eh tunggu dulu keburu minta maaf, padahal ceritanya belum selesai” ucap Riski yang sedikit kesal “Iya-iya maaf lanjutkan” ucapku “lalu mamaku memintaku untuk tidak berhubungan lebih denganmu selain persahabatan” ucap Riski “Kenapa ya mamaku bisa berfikir sejauh ini, gak nyangka aku” ucapku yang penuh bertanya-tanya “iya wajarlah namanya orangtua kan takut anaknya kenapa-kenapa apa lagi anaknya cantik baik pula haha” jawab Riski yang membuat suasana tegang menjadi tenang “haha bisa aja kamu, mungkin begitu ya orangtua. Tapi ya aku gak habis fikir aja” jawabku “Mungkin, oh iya Bil aku bantu mamaku dulu ya. Soal tadi aku minta maaf gak bisa datang kan kamu tau aku hanya tinggal berdua bersama mamaku” jawab Riski “Iya gak papa lagi pula jangan buat janji-janji lagi kalau gak bisa menuhi kepastian!” jawabku “iya deh bil, udah dulu ya Assalamualaikum” ucap Riski “Waalaikumsallam Ris”.
Keesokan harinya setelah aku pulang sekolah mama dan ayah ingin berbicara padaku seusai makan malam. “Bil mama dan ayah ingin bericara padamu selesai makan malam nanti” ucap mama “oke ma beres” jawabku. Saat selesai makan malam tiba Ayah dan mama berbicara tentang masa depanku, Ayah dan Mama ingin melihatku tumbuh besar yang cerdas dapat memimpin negara yang baik. “Bil nanti selesai sekolah mau ngelanjutin kuliah di jurusan apa?” tanya ayah “Aku mau ke Psikolog yah, tapi ya apa ya di sisi lain aku dari dulu bermimpi jadi Fotografer terkenal, jadi pendapat ayah bagaimana?” tanyaku “Kalau Ayah sih pingin kamu sukses, Ayah pengen kamu masuk Management bisa memimpin sebuah perusahaan terkenal di Surabaya, Bagaimana?” tanya balik Ayah “Kalau aku susah yah, pada dasarnya aku sudah menata hidupku menjadi seorang Psikolog. Oh iya kalau menurut Ayah, di sisi lain cita-citaku ingin menjadi Psikolog dan Impianku ingin menjadi Fotografer. Apakah bisa aku menuruti kemauanku semua?” tanya aku “Gini ya nak, semua itu tidak ada yang tidak mungkin asalkan kamu ada usaha, bagaimana kalau kamu mencoba membaca buku panduan Management? Mungkin kamu bisa berfikir dua kali tentang kemauan yang Ayah mau. Soal Fotografer? Itu impian kamu, mungkin bisa kamu jadikan hobi yang baik” jawab mama “Iya si bener kata mama, okelah aku coba” jawabku “Iya nak semua yang dilakuin mama sama ayah demi kebaikanmu demi masa depanmu juga, kita enggak kepingin lihat anaknya memasuki lubang yang salah” jawab mama yang menasihatiku “Iya ma Bila ngerti kok” jawabku.
Setelah beberapa minggu kemudian aku melaksanakan Unas yang menentukan masa depanku. “Semoga apa yang aku inginkan tercapai ya Ris” ucapku “Iya bil, aku juga” jawab Riski.
Setelah melaksanakan Unas, aku berlibur bersama keluargaku dan keluarga Riski. Dan saatnya tiba pengumuman kelulusan, kami pun bergegas pulang.
Hari ini adalah pengumuman kelulusanku. Hasil dari pengumuman kelulusanku adalah aku lulus dan Riski pun lulus “Hore aku lulus” semua siswa berteriak. Nilaiku beda tipis dengan Riski. Aku yang berjumlah 38.85 dan Riski 38.65.
Keesokan harinya Ayah dan Mama berbicara padaku lagi tentang masa depanku. “Bil kamu jadi ngambil jurusan apa nak? Ayah dan Mama tidak memaksa kamu lagi untuk mengambil jurusan Management” tanya Ayah. “Hmm ma.. aku rasa aku menuruti perkataan mama dan ayah. Management ternyata menyenangkan. Masalah Psikolog dan Fotografer, tenang saja aku sudah memikirnya dua kali. Untuk psikolog aku hanya menambah ilmuku tentang Psikolog, mungkin aku hanya ingin sekedar ingin tahu saja. Dan Fotografer aku jadikan sebuah hobi” jawabku “kamu serius nak? Kita sebagai orangtua tidak mau memaksa, sebab semua tergantung kamu nak. Itu masa depanmu. Jika kita memaksamu masa depanmu akan terhambat, kita hanya memberikan masukan saja” jawab Ayah “tapi satu syarat jika itu keinginanmu tolong ya nak laksanakan dengan baik, karena itu kehendakmu bukan paksaan dari kita” mama menanggapi. “Iya ma, makasi ya Ayah mama udah ngasih pendapat buat aku” jawabku “itu udah jadi tanggung jawab mama sama ayah nak” jawab ayah.
Setelah beberapa Tahun aku menjalani kuliah aku sering mendapat beasiswa. Ini semua berkat kedua orangtua. Dan hasilnya aku sukses, dapat membangun perusahaan sendiri dengan dibantu dorongan dari orangtua. Riski pun sukses dia mendapat apa yang diinginkan, yaitu dia saat ini menjadi Kepala Sekolah di sekolah muslim yang dia bangun sendiri. Kami semua sukses dan mendapatkan apa yang kita inginkan.
Pesan dari aku, ada baiknya kita menuruti perkataan dari orangtua. Karena kita dapat menyaring/mengambil yang penting yang berguna bagi masa depan kita.
Karena semua itu :
“Cita-Citaku adalah Masa Depanku”
“Impianku di tangan Mimpi Besarku”

"Tekun Awal Yang Sukses"

Burung berkicauan, di antara hempasan gelombang yang tinggi menerpa pantai. Nama ku fachri aku hanyalah anak seorang nelayan, penghasilan ayahku tidak terlalu tinggi, tapi kedua orangtua ku tetap berusaha menyuruh aku sekolah.
Sejak SD aku didik untuk belajar, jadi tak heran jika aku sering juara kelas, setelah lulus SD, orangtua ku berhasil menyekolah kan aku di MTs alkautsar demi pemahaman gama islam, supaya kelak aku tau tentang agama.
Semangat belajarku meningkat sejak MTs, itu berkat dukungan orangtua ku, dan semenjak MTs ayah mengajarku berdebat menurut akal sehat, dan pada saat itulah aku tertarik di dunia hukum, yaitu menjadi seorang pengacara. Aku tau cita-cita menjadi seorang pengacara sangatlah berat, tapi itulah mimpi besarku yang ingin aku capai.
Setamatnya di MTs aku melanjutkan sekolah menengah atas 13 BATAM (SMA 13 BATAM). Sangat beruntung aku mendapat beasiswa dari pemerintah berkat prestasiku, tidak sia-sia pengorbananku, dan aku sangat bangga bisa meringankan beban kedua orangtua ku.
Semenjak di SMA inilah aku kenal dengan nama motivasi, ayahku seringkali memotivasi diriku yang membuat semangat belajarku makin membara, ada satu motivasi yang sampai sekarang paling ku ingat dari ayahku, ayah ku berkata kepada ku, “nak ayah ada satu nasehat untuk mu”
“apa tu yah…”
“pemuda yang baik adalah pemuda yang mampu mengatasi masalahnya sendiri, dan mampu membawa kehidupanya lebih baik, lewat kerja kerasnya sendiri, kamu lihat betapa banyak anak orang kaya yang berpoya-poya dengan harta orangtuanya pemuda semacam ini adalah pemuda yang pemalas, dilihat dari materi memang mereka bagus, tapi kalu dilihat dari usahanya sendiri sebenarnya mereka nol, tidak ada apa-apanya”.
Mendengar kata sang ayah hati ku semakin membara penuh semangat, aku bertekat akan mengejar mimpi ku menjadi seorang pengacara, Alhamdulillah aku diteriam kuliah di UIB aku masuk di bidang hukum, lewat ketekunanku berorganisasi dan belajar, akhirnya aku bisa mengejar mimipiku, dan aku berkata kepada ayahku, “ayah ini janji ku kepadamu, aku berhasil menjadi pemuda yang ayah katakan, aku berhasil lewat usaha ku sendiri”

"Arti Sebuah Tanggung Jawab"

“Hore… aku mendapat rangking satu” respon saat melihat rapot
Momen ini sangat didambakan, karena baru pertama kali mendapat peringkat sebagus itu. Hasil demikian bisa dia raih berkat rido dari Tuhan dan juga bimbingan dari bu Sartika. Jadi sebagai rasa terimakasih, ia ingin mengajak bu Sartika beserta kedua orangtua untuk makan malam.
Ketika mereka duduk sembari menikmati hidangan di atas meja, bu guru sangat tersanjung karena baru pertama kali dia mengijakkan kaki di restoran mewah.
“Pak, bu, Salman terimakasih banyak atas ajakan makan malam ini” ucapan sambil menyantap udang goreng
“Tidak.. tidak seharusnya kamilah yang berterimakasih, sebab atas bimbingan ibu nan luar biasa Salman bisa menjadi juara kelas” kata pak Toni seraya merangkul pundak sang juara kelas
“Ah biasa saja saya cuma mengarahkan sedikit, tapi karena kepandaian anak bapak dibarengin usaha keras maka iapun dapat meraih peringkat terbaik di kelas” tegas bu Sartika
Sejak saat itulah mereka tidak lagi bertemu selama dua minggu disebabkan oleh libur semester.
Tak terasa liburan semester sudah berakhir, maka sekolah kembali dibuka untuk para siswa yang akan menimba ilmu. Menyadari hal tersebut Salman berangkat dari rumah menuju sekolah dengan semangat baru mempertahankan rengking satu.
Ketika sudah sampai di sekolah ia sambut oleh Karin sang kekasih. Dengan mata nan berbinar-binar mereka pun bergandengan tangan menuju kelas. Saat sudah berada di dalam kelas, tampa disangka-sangka kepala sekolah datang bersama seorang laki-laki muda nan berpakaian seragam sekolah. Melihat itu, Salman menganggap sebelah sebab siswa baru tersebut mempunyai tampang blo’on dan juga sangar.
Seketika waktu berlalu kian cepat, sedikit demi sedikit tingkah laku anak pindahan mulai terlihat, seperti malas belajar dan sering kabur ketika jam sekolah dan lain lain, karena masalah kedisplinan ia sering dipanggil ke ruang guru. Jadi karena demikianlah bu Sartika merasakan kasihan kepada Anjas, maka ia pun berkeinginan untuk mengarahkan siswa nakal itu kepada jalan yang benar, dengan cara memberikan pelajaran khusus secara privat dan memberikan memotivasi agar dapat kembali ke jalan yang lurus. Awalnya bu Sartika sangat kesusahan sekali ketika beliau ingin mengajak Anjas untuk dapat memasukki metode ini karena dia sering mengidahkan tawaran sang guru.
Seperti pada suatu hari, pas jam istirahat bu Sartika mencari anak baru itu supaya dapat berbicara dengan dia, tapi saat ia berjalan tanpa sengaja melihat Anjas sedang mer*kok di koridor sekolah. Menanggapi perilaku itu beliau merasa perihatin sebab jika dia sering mengkonsumsi rok*k secara berlebihan nanti jantung akan rusak.
“Nak, rok*k ini tidak bagus untuk proses pertumbuhanmu!” teguran bu Sartika dengan nada lemah lembut
“Ah, aku yang merasakan akibat, lagian juga tugas ibu di sini cuma memberikan pelajaran bagi saya, maka hal ini bukan urusanmu” tegasnya sambil mendorong pahlawan tampa tanda jasa
Melihat kejadian tidak pantas itu, sebagian siswa-siswi yang lalu-lalang di sepanjang koridor merasa perihatin, sebab mereka mengangap hal demikian tidak etis, termasuk Salman yang sigap membantu membangkitkan sang guru seraya berkata
“Kamu anak baru sudah sok-sokan di sini! sampai melawan ibu guru, kalau ingin jadi preman ayo hajar dulu aku!” ucapan dengan membusungkan dada
“Udah-udah jangan berantam di sini” ibu guru melerai
Dengan rasa tidak puas Salman pergi bersama bu Sartika sembari mengancam-ancam.
Hari ini bu Sartika tidak berhasil membujuk si anak nakal untuk belajar secara privat, tetapi walaupun begitu beliau tidak patah semangat, malah ia semakin terpacu untuk mengajaknya kepada jalan yang benar, meski tanggapan serupa yang di dapat saat mencoba mengarahkan. Sampai suatu ketika dengan sangat terpasang Anjas menerima ajakan sang pejuang tanpa tanda jasa itu dikarenakan sudah jengkel mendengar ceramah.
Dalam proses membimbing, bu Sartika sangat kewalahan karena terkadang ia harus sabar ketika menghadapi sikap malas anak tersebut. Hari demi hari dilalui tetapi beliau belum bisa mengubah anak nakal itu, tapi pada suatu hari Anjas bersemangat untuk belajar. Maka dengan sendiri ia langsung menjemput bu Sartika dari ruang guru ketika jam bel pulang berbunyi.
“Bu… bu ayo kita belajar saya tidak sabar lagi!” ajakannya sambil menarik tangan kanan pejuang tampa jasa itu
Merasakan perubahan, bu Sartika terharu dan semakin terpacu untuk memberi pelajar pada Anjas.
Ketika sampai di sebuah danau yang mempunyai pemandangan indah, bu Sartika sangat terpesona jadi beliau pun memutuskan untuk melakukan kegiatan belajar mengajar di tempat tersebut. Saat mengeluarkan berbagai pelengkapan seperti papan tulis mini, spidol, penghapus dan lain lain, tanpa disangka-sangka Anjas sudah siap dengan peralatan belajar. Melihat si anak nakal mulai ada tanda-tanda ingin belajar bu Sartika pun berdoa
“Ya Tuhanku jadikanlah anak muridku ini menjadi orang yang berguna bagi bangsanya, dan jangan jadikan ia sebagai sampah masyarakat nan terusik jikalau keberadaannya” harapan sang guru sambil berlinang air mata bahagia
Menyadari ada setetes air jatuh dari katup mata, Anjas dengan sigap menghapus kesedihan itu.
“Kenapa ibu bersedih?” tanyanya dengan sopan
“Tidak ada, ayo kita mulai pelajaran” ucapan menyembunyikan kebahagiaan
Sejak saat itulah bu Sartika mengajar lebih intensif sehingga Anjas pun semakin terpacu untuk giat belajar.
Seiring waktu berlajan, Anjas berkembang menjadi anak pintar dan cerdas berkat bimbingan serta arah dari bu Sartika. Kepandaian itu terbukti ketika proses pembelajaran di dalam kelas. Karena hari demi hari Anjas semaking mendominasi pembelajaran, Salman pun merasa iri, disebabkan oleh ketakutan pada tersingkirnya ia dari rengking satu ketika penerimaan rapot. Maka demi mempertahankan rangking satu ia semakin giat lagi agar ketakutannya tidak menjadi kenyataan.
Siang malam ia membasahan pelajaran hingga tidak memperdulikan perut yang sudah keoncongan. Menyadari ada ketidak wajaran pada anaknya ibunda Salman merasa khawatir sebab setiap kali makan mereka tidak bersama-sama lagi dalam satu meja. Maka untuk itulah beliau mendatangi kamar sang buah hati sebelum melaksanakan makan malam.
“Man… Man makan yuk ibu sudah siapkan rendang makanan kesukaanmu” perkataan sembari berjalan
Ketika sampai depan ruangan pribadi Salman, ia melihat di sudut-sudut ranjang tidur sudah bertumpukan-tumpukan puluhan buku pelajaran. Mencermati keadaan nan dilihat oleh matanya, wanita yang sudah berkepala empat itu pun menegur Salman yang sedang serius membahas soal-soal pelajaran.
“Nak… nak mengapa kamar kamu berantakan sekali seperti kadang ayam, padahal kemarin-kemarin ruangan ini rapi dan harum?” tanya sang ibu
“Maafkan ibu, saya berubah menjadi begini guna mempertahankan rangking satu” harapan Salman sambil menatap orang tua
“Oh seperti itu yang kamu lakukan, tetapi walaupun begitu jangalah kamu lupa makan nanti akan sakit lho” perhatian dari sang orangtua
“Ya sebentar lagi mama” berkata sambil membaca buku
“Janji ditunggu di bawah ya” mengigatkan si anak sembari melangkahkan kakinya ke ruang makan
“Iya mamaku sayang” sahutan
Malam pun semaking larut tetapi Salman belum menyelesaikan pekerjaan hingga ia kelelahan dan lalu tertidur pada meja belajar.
Sang mentari pun terbit dari timur, serta burung-burung sudah berterbangan ke sana-ke mari seakan-akan inilah hari ceria. Meskipun begitu Salman tampak sedikit murung dikarenakan uang saku ketinggalan di rumah, tetapi hal tersebut tidak menulunturkan semangat untuk bersekolah terlebih lagi mempertahankan rangking satu.
Saat proses pembelajar di mulai tampa disangka-sangka Karin duduk di sebelah Anjas. Maka Salman pun geram karena si anak baru itu telah mengambil semua yang sudah milik selama ini, mulai dari bintang kelas hingga sekarang pacar, padahal maksud sang kekasih itu hanyalah ingin meminjam pulpen. Karena Salman tidak kuat lagi menahankan kesabaran, ia pun tanpa berpikir panjang memukul meja dengan kuat.
“Owh lo jangan macam-macam di sini, nanti gue habisin lo” tegasnya dengan tatapantajam
“Maaf ya aku enggak tahu yang kamu maksudkan itu” ucapan menggunakan nada rendah
“Alah jangan sok-sok enggak tahu” kata sambil meninju muka dengan penuh amarah
Karena Salman tidak sanggup menahan emosi, Anjas pun babak berur hingga tak sadarkan diri. Melihat hal ini pak guru yang baru masuk sehabis pergantian jam belajar, merasa perihatin terhadap kondisi anak didik tersebut, maka beliau langsung membawa ke UKS. Selama perjalanan darah terus saja menetes. Ketika berada di ruangan kesehatan para dokter kecil melakukan tindakkan yang akan membatu proses penyembuhan luka memar. Sementara di sisi lain si pelaku sedang diintrogerasi oleh guru BK.
“Nak di sini ibu mau minta kejujuran kamu tentang penyebab kamu menghajar Anjas?” pertanyaan kepada sang murid
Saat mendengar hal tersebut, Salmanpun baru sadar terhadap tindakkanya yang sudah keterlaluan. Maka karena itulah ia menjelaskan pokok persalahan
“Jadi bu, kejadian ini terjadi karena dasar kecemburuan terhadap Anjas yang telah merebut kesempatan saya untuk mempertahankan renking satu semester ini, dan juga ia telah merebut pacar saya” pengutaraan sambil menyesali perbuatan
“Oh begitu pokok permasalahan, ibu dapat memaklumi tetapi janganlah bertindakkan demikian, karena kita kan sebagai makhluk hidup yang paling sempuna di anugerahi akal pikran nan berguna sebagai filter, maka sudah wajib semua tingkah laku kita harus dipikirkan dengan matang” ucapan sang guru dengan harapan bisa membuka mata hati si palaku
Mendengar itu, Salman terdiam sejenak sembari berpikir jenih menyikapi nasehat tersebut, lalu ketika sudah paham apa maksud perkataan itu. Ibu guru Bk pun menyuruh untuk meminta maaf kepada Anjas. Karena perintah itulah Salman keluar dari ruangan BK dengan rasa lega oleh sebab permasalahan ini tidak sampai tercampuri kedua orangtuanya.
Ketika ia berada di koridor sekolah, dia dengan meneruskan perjalan menuju ruang UKS untuk meminta maaf. Saat sesampai di depan ruangan kesehatan lelaki itu melihat bu Sartika sedang merawat Anjas dengan penuh kasih sayang. Menyadari perilaku tersebut Salman merasa iri sebab selama ini bu guru tidak pernah lagi menyedikan waktu untuknya. Pada saat ia melangkahkan kaki menuju ruangan tersebut, ia menepuk pundak ibu guru lalu berkata.
“Oh ini yang ibu lakukan, sehingga tidak ada waktu untuk mengajari Salman lagi” ucap dengan nada marah
“Bukan begitu tetapi ibu melakukan ini karena saya kasihan melihat Anjas seperti ini” tegasnya
“Alah jangan berbohong deh bu, mulai sekarang aku tidak mau lihat muka ibu” batahan sembari berjalan
Ketika meninggalkan ruangan tersebut ia manangis sampai akhirnya dia duduk tertunduk di sebuah bukit kecil di belakang sekolah.
Setelah beberapa menit ia bersedih, tiba-tiba datanglah bu Sartika
“Bolehkah ibu duduk di sampingmu?” pertanyaan dengan lemah lembut
“Boleh bu” jawaban lesu
“Kenapa jadi begini?, apakah karena kamu cemburu?” tanya dengan lemah lembut
“Ya bu” keluahan Salman
“Oh itu permasalahannya ibu paham, tetapi walaupun begitu kamu janganlah merubah tingkah lakumu sampai mencederai kawanmu karena hal tersebut adalah perilaku setan. Sebenarnya ibu selama ini tidak menyediakan waktu untuk kamu, oleh sebab saya perihatin terhadap tingkah laku Anjas dulu yang suka kabur ketika jam sekolah di mulai dan tidak semangat belajar, tetapi semenjak ia belajar bersama ibu dia berubah menjadi anak nan rajin serta giat, lagipula ini salah saya juga maka tolonglah maafkan, dan saya janji kepada kamu untuk membagi waktu antara kamu dengan Anjas” pengutaraan sang guru
“Ya bu saya maafkan, tetapi ibu janji ya ingin membagi waktu saya dengan Anjas” jawaban sang murid
“Ya pasti akan ditepati, maka marilah sekarang kamu ikut ibu ke ruangan UKS untuk meminta maaf kepada Anjas” ajakan untuk mendamaikan
Maka karena itulah mereka menuju ruangan UKS. Sesampainya di sana Salman langsung meminta maaf kepada Anjas, dan semenjak peristiwa itulah hubungan mereka membaik dan juga dua anak itu menjadi panutan di sekolah.

"Sekolah Itu Bisa Tambah, Kurang, Kali dan Bagi Bu"

“Pagiku cerahku matahari bersinar, kugendong tas merahku di pundak. Muridku tersayang muridku tercinta, ku disini ingin menjadikanmu orang yang hebat suatu saat nanti”, nanananaa… (bermaksud sedikit merubah lirik lagu, tapi berharap penciptanya tidak menuntut saya. Heheheee) itulah lirik lagu yang selalu membuat saya bersemangat setiap hari.
19 April 2012
Siang ini saya bersiap memasuki kelas VIIA untuk mengajar Bahasa Indonesia. Karena selama 2 hari ada kegiatan KKG guru SD sampai sore hari dan kegiatan tersebut memaksa untuk menggunakan ruang kelas V dan VI (multifungsi, siang hari menjadi ruang kelas SMP, untuk kelas VIIA dan VIIB).
Pada hari ini mau tidak mau terpaksa kami menggunakan ruang kelas IV SD (karena satu atap dengan SMP) yang bangunannya sungguh begitu membuat hati saya menangis teriris. Bangunan dengan ukuran 4 x 5 meter ini mungkin sudah sangat tidak layak dijadikan ruang kelas. Bambu-bambu yang dicacah disusun mengelilingi ruang kelas menjadi pengganti sebagai tembok, meja dan kursi terlihat seadanya. Mungkin ketika duduk, maka mereka semua akan berdesak-desakan seperti penumpang di Bus kelas ekonomi yang sangat sesak, panas dan pengap. Apalagi bau anak-anak sungguh harum seperti bau parfum Paris Hilton (minyak bibit; hanya istilah saja biar sedikit keren. Hehee) yang menyengat membuat saya sedikit pusing (parfum: bau keringat karena bau badan. Maklum, tak mungkin mereka pakai parfum kan?), lantainya pun masih tanah, jendela yang lubangnya begitu besar tak ada tutupnya, dan bahkan nyaris tak ada pintu di ruang kelas ini. Ya Tuhan, tapi anak-anak ini bahagia semua. Entah apakah saya mampu bertahan hidup tinggal disini. Menerima ke-apa-adaan dan ke-apa-adanya segala sesuatu yang sulit diperoleh. Uang saja mereka tak punya, bagaimana mau memprotes dan menuntut fasilitas hidup di desa terpencil ini.
Bagi masyarakat disini, makan tiga kali sehari merupakan hal istimewa untuk setiap keluarga di Poka dan Redong, 2 desa yang dekat dengan Rangkang Kalo. Itu pun dengan makan sayur yang sangat standar, sondaing, labu ndesi, kacang merah (lebih kerennya kacang Azuki: setelah semalam saya browser di internet tentang kacang Azuki yang mirip seperti kacang merah hasil kebun masyarakat Poka & Redong). Ternyata hasil penelitian kacang Azuki (ada di Jepang) mengandung protein yang sangat tinggi. Waaww…”
Semoga saja makanan-makanan itu mampu menjadikan semua murid-murid saya pandai, pintar, dan tentunya sehat. Menjadi orang-orang hebat yang suatu saat bisa duduk di kursi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat menggantikan menteri-menteri, bekerja di Dinas Pemuda dan Olahraga (PPO) Ruteng, Manggarai, menjadi guru seperti cita-cita mereka, menjadi Dokter yang profesional, atau bahkan presiden atau mungkin ilmuwan. Karena hampir semua makanan yang mereka makan mengandung zat gizi untuk kesehatan tubuh.
Ah, betapa tingginya angan dan pengharapan saya kepada mereka. Meskipun ini semua sangat mustahil untuk mereka dan untuk saya, tapi inilah doa saya dalam hati…
Ruang kelas IV SD Satap Rangkang Kalo
“Selamat siang anak-anak, masih semangat kan siang hari ini?”, sapa saya kepada seluruh siswa kelas VIIA SMP Satap Rangkang Kalo. “Masih semangat buuuuu…”, jawab mereka bersemangat. “Bagus anak-anak, semangat kalian itulah yang membuat saya tak pernah berhenti menebarkan senyum bahagia setiap memasuki ruang kelas”, kata saya dalam hati.
“Baik semuanya, sebelum kita memulai pelajaran, Ibu ada sedikit permainan untuk kalian. Tapi ingat harus konsentrasi pada setiap pertanyaan yang Ibu berikan. Dalam satu kelas bagilah menjadi dua kelompok, berarti ada sekitar 12 anak. Setiap pertanyaan yang Ibu berikan harus dijawab dan ditulis di depan papan tulis. Berilah kesempatan kepada setiap anggota kelompok untuk dapat menjawab. Jangan gaduh, jangan ribut, dan kita bermain secara jujur, cepat, dan tepat. Mengerti semuanya?, ucap saya kepada mereka. “Mengerti bu, ayo kita mulai bu”, kata mereka serentak.
“Baik anak-anak, silahkan masing-masing kelompok berbaris rapi menghadap ke papan tulis. Berdiri yang rapi dan dengarkan setiap pertanyaan yang Ibu lontarkan. Untuk kelompok matahari dan kelompok anggrek siap?, kata saya penuh semangat seperti sedang lomba cerdas cermat tingkat Nasional. “Siaaappp Buuuuu…”, jawab mereka dengan sangat antusias.
Pertanyaan pertama, “Siapakah presiden pertama negara Indonesia?”, soal pertama saya untuk mereka. Lalu masing-masing anggota kelompok maju ke depan dan menulis jawaban dari soal pertama saya dengan jawaban Ir. Soekarno. Bagus, langkah awal berjalan lancar dan mereka menjawab dengan benar. Lanjut pertanyaan kedua, “Apa lambang negara Indonesia?”, “Burung Garuda bu”, jawab mereka cepat. Bagus mereka paham, meskipun saya menyadari tak ada replika burung garuda di ruang kelas ataupun kantor guru SD dan SMP tapi setidaknya mereka mengerti lambang negara Indonesia. “Ok, kalian benar. Selanjutnya soal ketiga, sebutkan air yang mempunyai rasa asin?”. Seketika Fani dari kelompok anggrek lari ke depan papan tulis menulis jawaban ‘air laut’. “Good”, jawab saya dengan senyum mengembang. Yang lebih membuat lucu adalah Yulin dari kelompok matahari menjawab ‘air garam’. Lalu saya bertanya kepada dia, “Yulin kok jawab air garam?”. “Iya Bu, kan saya punya garam di rumah. Kalau dikasih air pasti rasanya asin kan bu?”, celoteh Yulin murid pintar kesayangan saya di kelas VIIA. Hahahahaaa benar juga ya jawaban Yulin. Jawaban ini tidak saya salahkan, justru dengan bangga saya melemparkan senyuman untuknya. “Yulin pintar”, kata saya dalam hati.
Suasana kelas semakin semangat dan panas membara, sepanas ruang kelas dan cuaca siang hari ini. “Masih semangat?”, “masih bu, ayo lanjut soal lagi”, jawaban antusias mereka menambah semangat saya. Baik, sekarang kita lanjut ke soal matematika. Berapakah (20 – 14 + 11 + 3) : 2. Diluar kendali saya semuanya maju ke depan papan tulis dan berlomba-lomba menulis jawaban mereka dengan jawaban 10. Brilian, bagus sekali, hebat, genius. Meskipun hanya soal tambah, kurang, dan bagi yang saya buat sangat sederhana, mereka cepat berpikir. Ini bukan soal mudah atau sulit, tapi bagaimana mareka mampu memahami soal. “Hebat, jawaban kalian benar dan tepat”, puji saya kepada mereka. Tiba-tiba ada yang berceletuk, “Iya Bu, yang penting bagi kita sekolah itu bisa belajar tambah-kurang-kali-bagi. Supaya kalau kita pergi merantau bisa dapat ijazah bu”, jawab Ari. Astagfirullah, jawaban yang sangat menusuk jantung saya. Tiba-tiba saya terdiam tak bisa berkata apa-apa dan berusaha mencerna pelan-pelan jawaban Ari. Masuk dari lubang telinga, tulang-tulang pendengaran, lalu ke rumah siput, dan diteruskan oleh saraf-saraf yang kemudian diproses oleh otak. Kemudian tenggg…!!! Memang benar jawaban Ari, jawaban sederhana dan lugu. Bagi mereka sekolah itu yang penting bisa belajar tambah-kurang-kali-bagi. Sesuatu yang benar-benar membuat saya terenyuh. Anak-anak, jadilah orang yang hebat suatu saat nanti. Ibu tidak akan pernah menenggelamkan angan dan cita-cita kalian, justru ibu akan selalu menyertai setiap langkah kalian.
“Wah kalian memang hebat, ibu seperti sedang berada di depan para ilmuwan genuis. Seperti Albert Einstein, seorang penemu rumus relativitas E= m.c2 yang menderita disleksia, tak bisa membaca dan menulis. Tapi dengan kesederhanaan, keluguan, dan kegeniusannya Albert mampu menjadi penemu yang sangat luar biasa. Suatu saat nanti Ari bisa menjadi seorang Albert Einstein”, puji saya pada Ari.
“Baik, sekarang kita lanjutkan 6 pertanyaan lagi ya. Saat ini ibu tetapkan kalian sebagai para ilmuwan genius kelas VIIA yang terbaik. Maka dari itu saya minta temukan dan berikan jawaban terbaik kalian untuk Indonesia. Setuju???”, pinta saya pada mereka.
“Setuju Bu”, jawab mereka.
Hari ini pun menjadi awal kehidupan terbaik untuk anak-anak Rangkang Kalo. Dunia imajinasi mereka akan saya penuhi dengan dunia pendidikan, pengetahuan, dunia luar, dan seisi alam semesta untuk berfantasi sekehendak hati mereka.
Bukan kesengsaraan, keluhan, ataupun penderitaan yang saya ceritakan disini. Tetapi justru kegeniusan para ilmuwan anak-anak Rangkang Kalo lah yang menjadikan kehebatan kisah cerita ini sehingga saya berharap dapat menumbuhkan secercah harapan bagi masa depan mereka kelak.
“Ikuti apa keinginan anak-anak, jangan menjadikan anak sebagai seorang tertuduh ketika sedikit menyimpang. Bermain dan nikmatilah dunia mereka, dan jangan paksakan mereka harus mengerti dengan dunia kita. Yang mereka inginkan adalah perhatian dan senyuman sebagai seorang sahabat”.
“Anak-anakku, dunia sangat terbuka lebar untuk segala kemungkinan. Kalian bebas menjadi apapun yang kalian inginkan. Proyeksi hidup kalian saat ini dan ke depan sepenuhnya berada dalam genggaman tangan kalian sendiri. Maka dari itu, selalu berkeyakinanlah bahwa semua akan baik-baik saja”

"Pelajaran yang Sangat Berarti"

Hari ini ridho tampak kesal, lantaran uang sakunya telah habis pada saat pulang sekolah.
Ketika dalam perjalanan dia kehausan dan kecapekan, dia melihat ada sebuah air mineral tergeletak di dekat gerobak pak sarno.
‘Nah ajibb nih mumpung gak ada pak sarno yang nunggu itu gerobak, gue ambil aja tuh air mineralnya lumayan buat ngilangin haus gue’. Ujar ridho dalam hati.
Ketika ridho mulai menghampiri gerobak pak sarno, dan langsung meminum air mineral yang ada di gerobak pak sarno, ridho pun kaget ketika dirinya sedang meminum dengan nikmat, tiba-tiba pak sarno menepuk pundak ridho. “Hayoo nak ridho sedang mengambil air mineral bapak yah” ujar pak sarno yang sedang memergoki ridho sedang meminum di gerobaknya yang sepi.
“Enggak kok pak saya hanya ingin melihat di gerobak pak sarno, selain sebagai penjual bakso bapak jualan apa aja?” Ujar ridho kepada pak sarno dalam keadaan gugup, setelah tau kalau dirinya mau mencuri!
“Udah nak ridho ngaku aja, kalau gak ngaku apa aku bilangin ke orangtuamu gimana ridho biar tau kalau kau anak yang nakal apa perlu aku ke sekolahmu di man 2 lalu ku ceritakan kepada wali kelasmu bu ana, biar beliau tau kalau di luar muridnya kurang ajar”. Ujar pak sarno dengan nada yang sangat ketus!
“Jangan deh pak ampuni saya pak, aku janji gak akan mengulangi seperti itu lagi”, ujar ridho dengan nada yang takut.
“Ok bapak maafkan. Akan tetapi harus ada satu syarat”
“Syarat apa itu pak?”. Tampak ridho semakin penasaran.
“Bagaimana nak ridho bantuin bapak selama 1 minggu bekerja, bapak janji deh gak akan melaporkan masalah ini ke orangtuamu dan wali kelasmu, kalau kamu mau sih. Tapi kalau gak mau gak apa-apa kok”. Ujar pak sarno dengan senyum.
“Iya deh pak saya setuju dengan permintaan bapak, mulai besok habis pulang sekolah saya akan kesini lagi dan bantuin bapak bekerja”.
“Kalau begitu kita sepakat ya nak ridho, ya udah sekarang nak ridho pulang tapi jangan lupa sama janjinya besok”.
“Iya pak saya tak pernah berbohong dan ingkar kepada bapak”. Ujar ridho secara lesu.
Setelah itu dia langsung pulang menuju rumah, tampak ada perasaan menyesal dan bersalah pada diri ridho.
‘Bodoh aku kenapa aku melakukakn tindakan yang konyol seumur hidupku, tapi gak apalah nasi telah menjadi bubur, hal itu sudah terjadi’. Ujar ridho dalam hati. Tampaknya dia sangat kesal apa yang dilakukannya tadi.
Hari demi hari yang terlewati tak terasa ridho sudah bekerja selama 5 hari bersama pak sarno. Ridho setelah cuci mangkok, makan dulu sana. Bapak udah nyiapin bakso di mangkok untuk nak ridho. Tak habis pikir ridho pun kaget ternyata pak sarno sangat baik hati kepada dirinya. Pikir dia dalam hati.
Setelah selesai makan bakso ridho pun sangat lesu dan murung, melihat ridho tiap hari murung lalu pak sarno memberanikan diri bertanya kepada ridho
“Nak ridho. Apakah nak ridho punya masalah?”. Tanya sarno pada ridho
“Tidak pak, saya tidak mempunyai masalah” ungkap ridho dengan nada yang ketus.
“Lalu kenapa nak ridho selalu murung tiap hari?”
“Begini pak saya mempunyai banyak tugas pr di sekolah, tapi tak satu pun saya mengerti”. Ujar ridho secara mengeluh.
“Begini saja nak ridho, nak ridho pulang ke rumah dulu bawa pr tugas sekolahnya kesini sapa tau bapak bisa membantu tugasnya nak ridho..”
‘Apaaaa… Aje gile nih pak sarno tukang bakso bisa bantuin nyelesain tugas gue’. Ungkap ridho di dalam hati.
Lalu setelah itu ridho pun pulang untuk mengambil tugas sekolahnya lalu langsung di berikan kepada pak sarno.
“Ini kan sangat mudah nak ridho untuk tugas ipa biologi bapak punya buku kamus senyawa, untuk matematika bapak akan ajari nak ridho soal diagram dan rumus phytagoras lainya lalu untuk bahasa inggris bapak punya kamus di bawah gerobak bapak, ambil aja gak apa-apa nak ridho buat belajar”.
Setelah aku buka di bawah gerobak pak sarno. Astaga ternyata di bawah gerobak pak sarno ada bermacam-macam buku ilmu pengetahuan.
Baru kusadari setelah kutanya pada pak sarno, ternyata pak sarno seorang sarjana lulusan wisuda guru fkip, pak sarno menjadi tukang bakso saat ini karena minimnya lapangan kerja pada negeri ini. Baru kusadari ternyata aku tiap hari bergaul dengan seorang sarjana yang berprofesi sebagai penjual gerobak tukang bakso.
Sejak saat-saat itu aku pun mudah mengerti apa yang diajarkan oleh pak sarno dan alkhamdulilah sekarang aku menjadi peringkat 3 terbaik se man 2 surakarta berkat jasa pak sarno yang tak kalah sabar mengajariku sampai bisa.
Alkhamdulilah mungkin ini adalah pelajaran yang sangat berarti bagiku atas peristiwa ini.

"Pantang Menyerah Untuk Sekolah"

Danu adalah anak dari orang yang kurang mampu, Ibunya meninggal dunia saat Danu berumur 2 tahun. Sepeninggal Ibunya, keluarganya menjadi berantakan, ayah Danu mempunyai banyak hutang kepada rentenir untuk menghidupi keluarganya, uang hasil kerja sebagai penyapu jalanan saja tidak cukup untuk menghidupi keluarganya.
Danu duduk di kelas 6 SD, walaupun dia anak dari orang yang kurang mampu tapi ia termasuk siswa yang cukup pandai. Setelah pulang sekolah Danu selalu menjualkan koran dari toko koran langganannya, setiap hari Danu mendapat uang sebesar Rp 25.000 dari hasil menjualkan koran. Uang itu ia pergunakan untuk membelikan obat untuk adiknya yang terbaring lemah di tempat tidur.
Suatu ketika, Danu diberi sebuah surat dari Pak Dadang, guru Danu, Surat itu ia berikan kepada Ayahnya, ternyata isi surat tersebut adalah Danu diminta untuk membayar uang sekolah yang sudah menunggak selama 4 bulan. Danu berfikir apakah ia bisa melanjutkan sekolahnya atau tidak.
Danu sudah 5 hari tidak masuk sekolah, ia berusaha mencari uang bersama ayahnya untuk membiayai sekolahnya. Pada sore hari Pak Imam Guru sekolahnya Danu datang ke rumahnya Danu, Pak Imam bertanya kepada Danu kenapa sudah tidak masuk sekolah selama 5 hari, Danu berterus terang bahwa ia mencari uang bersama Ayahnya untuk membiayai sekolahnya. Cukup lama mereka berbincang-bincang, tidak lama kemudian Pak Imam berkata kepada Danu untuk terus sekolah, dan Pak Imam akan membiayai Sekolah (SD) Danu.
Esok harinya Danu masuk sekolah, di sekolah ada pengumuman bahwa Ujian Sekolah akan diadakan 1 minggu kemudian, dan barang siapa yang lulus dengan nilai yang bagus ia akan mendapat beasiswa untuk masuk SMP Harapan Bangsa secara gratis.
Danu terus belajar dengan giat, agar ia bisa mendapatkan beasiswa tersebut. Saat Ujian berlangsung, Danu dapat mengerjakannya dengan baik.
3 minggu kemudian hasil Ujian Nasional diumumkan, Danu sangat gembira dengan nilai yang cukup bagus, yaitu: BI (9,2), Mat (9), IPA (9,6). dan Pak Imam mengumumkan siapa yang mendapat beasiswa masuk SMP Harapan Bangsa. Dan ternyata Danu yang mendapatkan beasiswa tersebut. Danu sangat gembira dan berterimakasih kepada semua gurunya dan Ayahnya yang telah membantunya dalam belajar.
Akhirnya Danu terus melanjutkan sekolahnya ke jenjang yang lebih tinggi yaitu SMP, ia akan belajar dengan sungguh-sungguh supaya berhasil untuk meraih cita-citanya, yaitu seorang Guru.

"Menuju Masa Depan"

Kabut putih masih menyelimuti pagi buta yang dingin. Udara yang dingin dan titik-titik embun di atas lembaran daun serasa makin membangkitkan suasana pagi ini. Tampak jauh terlihat seorang ibu sibuk mengeluarkan barang dagangannya dan ditaruhnya di atas dudukan goncengan sepeda ontel di bawanya. Ibu itu bergegas mengayuh sepeda tuanya. Wajahnya terlihat tua dan raut wajah yang agak keras. Ia berbaju dan berkerudung sederhana serta dagangannya berupa alat jahit dan daun pisang. Langkahnya pun makin cepat menuju pasar yang kumuh. Berderet lapak–lapak berbagai macam dagangan disana. Disana mereka saling berkompetisi mencari pembeli dagaangan mereka. Sama seperti ibu tua itu.
Siang itu ibu tua itu pulang ke rumah. terlihat daganganya habis dan tubuh tuanya langsung ia baringkan di atas serambi yang tua. Baru saja tubuh tuanya berbaring, terdengar ketukan pintu diketuk. Mungkin itu ananda anak kedua dari ibu tua tersebut. Wajah ananda terlihat lelah dan tas dibawanya langsung ia geletakkan begitu saja di kursi tua di kamarnya. Ibu tua itu berbisik kepada ananda. “maaf nak kamu beli dulu beras dan telur di warung, nanti ibu masak” sambil memberikan uangnya pada ananda.
Ananda langsung bergegas ke warung bu jamila. Dari kamar anak laki-lakinya terlihat ia terburu–buru sambil membawa hpnya. Dibentaklah anak lakinya namanya yoni. “mau kemana kamu?”ucap ibunya. “apa lagi si bu aaakuuu hanya ingin menemui teman sebentar” jawab yoni. “gak ada ketemuan cepat masuk dan belajar” bentak ibunya dengan nada keras. Memang ibunya adalah orangtua yang keras dan disiplin dia tak mau anaknya hidupnya nanti sama seperti kehidupan yang mereka jalani selama ini. Kemiskinan dan kesusahan ini. Ia berharap cita-cita anak-anak mereka dapat terwujud setelah apa yang mereka usahakan selama ini.
Suatu hari ibunya mengajak ananda mengambil daun pisang di kebun pak sukir. mereka membelinya dengan harga yang telah dijanjikan. Setelah mengambil daun ananda bertanya pada ibunya “bu kenapa sih ibu capek–capek berdagang pagi buta, jadi buruh cuci, membeli daun pisang panas-panas gini padahal hasilnya sedikit?”. Kemudian ibunya menjawab dengan senyum “ini untuk kehidupan kita.” ananda hanya terdiam. ‘Apa arti untuk kehidupan kita sudah tahu dari dulu ibu dan bapak kerja gak pernah dapat mencukupi kebutuhan kita. Apa tuhan tidak sayang kita? Dan apa ibu dan bapak menyembunyikan uang hasil kerja mereka untuk kepentingan sendiri’ fikirnya ananda pada orangtuanya. Dihapusnya rasa curiganya dan bergegas pergi dari kebun bersama ibunya.
Setiap hari ibunya bekerja keras buat keluarganya tanpa lelah. Selalu begini nasib keluarga kecil yang miskin ini. Tiap hari, bulan dan tahun kehidupan mereka sama. Sampai ananda beranjak remaja dan yoni baru lulus smk kehidupan mereka semakin susah. Apa lagi ananda sekarang sudah masuk smp negeri kebutuhan kegiatan sekolah semakin meningkat. Sebulan saja mengikuti kegiatan sekolah telah menghabiskan uang yang cukup banyak. Apalagi uang gedung yang jumahnya sangat tinggi biayanya. Sedangkan yoni masih mencari pekerjaan di kota-kota besar. Walaupun lulusan smk ia ingin sekali mencari pekerjaan yang lebih layak buatnya.
Di masa pubertas masa-masanya ananda bermain bersama teman-teman sepermainya. Namanya anak remaja keinginan untuk saling menunjukan jati diri mereka dan bersosialisasi. Apalagi anak remaja sekarang selalu mengikuti tren dunia. Jika ada temannya yang beli ipad, baju atau dan lain lain. maka yang lain akan mengikutinya. Begitu juga dengan ananda ia ingin mengikuti tren temannya yang ingin nonton artis idolanya dan beli baju yang lagi naik daun kini. Tapi keingginan yang kuat untuk memenuhi kebutuhan keluarga ia terpaksa harus membantu bekerja keras walau harus meninggalkan keinginannya untuk mengikuti tren teman-temannya. Ia sudah lama menabung di celengan ayamnya dengan mengisi waktunya dengan mencari ikan di sungai. tak jarang teman-temannya mengejeknya “nda nda memang cocok banget untuk mu anak kumuh dan kotor berteman dengan ikan–ikan lele yang kotor juga… iya gak friend’s… gadis miskin” ejek suri dan teman–temannya. Tapi ananda tak menghiraukannya.
Suatu hari ananda berangkat sekolah jalan kaki. Terkadang memang berangkat naik ontel tapi hari ini ontelnya lagi dipakai ibunya jualan ke pasar. Dulu memang ibunya sering dibonceng oleh bapak ke pasar saat itu bapaknya ngojek. Tapi motor yang dipakai bapak bukan miliknya melaikan milik tetanganya yang ia sewa dengan harga yang lumayan murah. Tapi bapak yang makin tua membuat bapak sakit-sakitan dan matanya mulai rabun. Sehingga sekarang bapak membantu ibu berjualan kue dan daun pisang di pasar.
Tiga tahun kemudian…
Saat ini ananda sudah masuk sma negeri di tempatnya tingalnya. usaha belajarnya dan tidak pantang menyerah meraih kesuksesan di smpnya akhirnya berbuah hasil dengan prestasi yang gemilang kini ia mencantumkan prestasinya kembali di sman sebagai siswa yang ungul dan beprestasi. Apalagi sekarang ia menjadi ketua osis dan pengikut aktif kegiatan di sekolahnya. Meskipun dia meraih prestasi yang gemilang ia tidak lupa dengan teman–teman serta seseorang yang paling berjasa dalam prestasinya kini kalau bukan guru–guru yang sabar mengajarinya ilmu pengetahuan dan dua orangtua nya selalu berusaha dan mendoakannya dalam meraih cita-citanya kini.
Tiga tahun berjalan kini ananda akan segera lulus sman. Sekarang ia sedang menghadapi ujian sekolah. Ia belajar dengan keras untuk mendapat kan nilai UN yang bagus. Sudah jauh–jauh hari ananda menyiapkan diri untuk menghadapi UN dengan belajar dengan keras dan mempelajari apa yang sudah diterangkan guru dengan baik sehingga ia tidak kaget saat menghadapi soal UN.
Setelah melalui UN kini detik-detik pengumuman kelulusan. Hatinya campur aduk ia takut tidak lulus tapi karena keyakinan yang kuat ia akan berhasil “Bismillah aku yakin aku berhasil” itu yang selalu ia ucapkan ia yakin jika kita berusaha dengan baik dan selalu berdoa pada allah pasti hasil yang baik akan kita raih.
Akhirnya detik-detik penentuan siapa yang lulus dan tidak lulus dimulai. Bukan main hati ananda begitu gembira akhirnya ia lulus dengan sangat baik dan mendapatkan ranking satu di sekolahnya. semua teman–temannya juga senang mereka lulus dengan baik, Untuk merayakan kelulusan mereka mengadakan syukuran bersama guru-guru dan orangtua mereka.
Beberapa tahun kemudian kehidupan keluarga ananda berubah drastis. Dulunya tak punya apa–apa untuk makan dan kebutuhan sehari–sehari kini telah ia dapatkan. Sekarang ia bekerja sebagai dokter di beberapa kota serta menjadi pengurus suatu organisasi penyalur kereatifitas dan keterampilan bagi seluruh warga yang ingin menyalurkan potensinya disini. Organisasi ini menyalurkan potensi berbagai macam bidang masyarakat yang mendidik dan menguntungkan bagi kebutuhan kehidupan mereka. Apalagi kini ananda telah menikah dengan seorang pria yang bertangungjawab dan cinta keluarga. Namanya abdul farid. Seorang komandan polisi yang disiplin dan bertangung jawab atas tugasnya. Dan kini orangtuanya bahagi kini anaknya sudah menjadi orang yang berhasil. Sedangkan yoni kini menjadi wirawasta yang maju dan mempunyai cabang–cabang produk teh berkualitas. Dan kini mereka berdua telah sangup memberangkatkan kedua orangtuanya ke mekah untuk menjalankan haji dengan khusuk. Keberhasilan mereka tidak akan tercapai kalau bukan berkat allah, teman-teman, guru-guru, serta orang lain dan orangtuanya yang selalu mendoakan mereka agar berhasil.

"Guruku Inspirasiku"

Inilah aku seorang gadis berumur 12 tahun yang mengejar mimpi. Namaku Aisyah, aku adalah salah satu siswi di SMP yang ada di Magelang. SMP-ku termasuk ke dalam SMP yang sangat mendapat apresiasi dari masyarakat, setiap tahunnya banyak orangtua yang mendaftarkan anaknya di sekolahku karena sekolahku memang dulunya RSBI.
Hidupku terasa berarti ketika aku mengenal sesosok guru yang baik hati. Namanya Bu Selia, ia merupakan guru favoritku di sekolah. Ia sangat berarti dalam hidupku, betapa tidak, guruku adalah seorang guru yang berprestasi. Segudang prestasi dalam bidang Ipa khususnya Biologi banyak ia raih. Karena guruku aku ingin mengikuti jejaknya dalam prestasi. Sejak kecil aku sangat menyukai Mapel Ipa dan Matematika. Sering aku mengikuti sebuah kompetisi Olimpiade Mapel MIPA di kotaku meskipun aku selalu gagal untuk menjadi seorang juara.
Tapi bukankah kegagalan adalah kemenangan yang tertunda? Maka dari itu aku tidak putus asa dan selalu giat belajar. Guruku selalu mengajari aku apa yang aku tak tahu. Hingga suatu hari saat aku mengikuti lomba Olimpiade Mapel MIPA tingkat Kota, aku mendapat juara 2. Pertama kalinya aku mendapat juara selama ini. Usahaku memang tidak mudah. Berkat guruku aku menjadi orang yang menghargai orang lain dan selalu bekerja keras. Tidak sombong dan tetap rendah hati adalah aku. Aku tak ingin menyombongkan prestasiku yang hanya sekecil itu.
Sampai akhirnya ketika guruku sakit dan tak bisa ditolong oleh Dokter yang menanganinya. Guruku mengidap penyakit Ginjal. Aku sangat sedih ketika mengetahui guruku telah tiada. Guruku sangatlah berarti untukku. Bagaimana pun, aku harus tetap mengikhlaskan kepergian guruku. Sebelum guruku meninggal, aku sedang mengikuti Lomba Olimpiade MIPA untuk kedua kalinya. Dan alhamdulillah aku mendapat juara satu. Ketika mengetahui guruku telah tiada, piala ini ku persembahkan untuk guruku tercinta.
Meskipun engkau kini tak ada di sampingku, jasa-jasamu selalu ku ingat wahai Pahlawan Cendekia. Selamat jalan guruku. Kaulah inspirasiku.